Kitab Jenazah
Bab Ke- 1: Mengenai
Jenazah dan Orang Yang Akhir Ucapannya. "Laa Ilaaha Illallah"
Ditanyakan kepada
Wahab bin Munabbih, "Bukankah laa ilaaha illallah itu merupakan kunci
surga?" Wahab menjawab, "Benar, tetapi tidak dinamakan kunci kalau
tidak mempunyai gigi. Jadi, jika kamu datang dengan membawa kunci bergigi tentu
kamu akan dibukakan, dan jika tidak demikian, pasti tidak dibukakan
untukmu."[1]
629. Abdullah (bin
Mas'ud) berkata, "Rasulullah bersabda (dengan suatu kalimat, sedang aku
berkata lain. Nabi bersabda), 'Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia
menyekutukan Allah dengan sesuatu (dalam suatu riwayat: Barangsiapa meninggal
dunia sedangkan dia menyeru sekutu selain Allah), maka dia masuk neraka.
Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu pun (dalam riwayat lain: Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia
tidak menyeru kepada sekutu selain Allah), maka ia masuk surga."[2]
Bab Ke-2: Perintah
Mengantarkan Jenazah
630. Al-Bara' berkata,
"Nabi menyuruh kami dengan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh hal.
Beliau menyuruh kami mengiringkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi
undangan, menolong orang yang dianiaya (dalam satu riwayat: membantu orang yang
lemah dan menolong orang yang teraniaya, tanpa menyebut memenuhi undangan
7/128), melaksanakan sumpah, menjawab (dalam satu riwayat: menyebarkan 6/143)
salam, dan mendoakan orang yang bersin. Beliau melarang kami dari tujuh hal
yaitu bejana perak, cincin emas, sutra murni, katun campur sutra, dan sutra
tebal (dan dalam satu riwayat: sutera tipis 7/124), (dan menaiki pelana sutra
di atas keledai 7/48)."
631. Abu Hurairah r.a.
berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Hak seorang muslim terhadap
muslim lainnya itu ada lima perkara. Yaitu, menjawab salam, menjenguk orang
yang sakit, mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan, dan mendoakan orang
yang bersin."
Bab Ke-3: Melihat
Wajah Mayat Apabila Ia Sudah Dibungkus dalam Kafannya
632. Ibnu Abbas r.a.
mengatakan bahwa Abu Bakar keluar[3] (dari sisi Nabi saw.),
sedang Umar ingin menyatakan ucapannya kepada orang banyak. Lalu Abu Bakar
berkata, "Duduklah, hai Umar." Umar tidak mau duduk. Abu Bakar
berkata lagi, "Duduklah." Akan tetapi, Umar tetap tidak mau duduk.
Kemudian Abu Bakar mengucakan syahadat. Orang-orang memperhatikan apa yang
diucapkan olehnya, dan mereka tinggalkan Umar. Kemudian Abu Bakar berkata,
"Barangsiapa di antara kamu menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad
telah wafat. Tetapi, barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah[4] itu Maha hidup dan
tidak akan pernah mati. Sesungguhnya Allah ta'ala berfirman, "Wa maa
Muhammadun illa rasuulun 'sampai' syaakiriin." Ibnu Abbas berkata,
"Demi Allah, aku melihat orang-orang itu seakan-akan tidak pernah
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat ini, sehingga dibaca
oleh Abu Bakar r.a.. Kemudian diterimalah ayat itu oleh orang-orang dari Abu
Bakar. Maka, tiada seorang pun yang mendengar ayat itu dibaca, melainkan ia
juga ikut membacanya."[5]
633. Ummul Ala' (dan dia adalah 8/77) seorang wanita Anshar yang berbai'at dengan Nabi saw berkata, "Ketika dilakukan pembagian untuk penempatan kaum Muhajirin dengan cara undian, maka jatuh undian bagi Utsman bin Mazh'un kepada kami (di perumahan, ketika orang-orang Anshar berundi untuk penempatan kaum Muhajirin). Lalu, kami tempatkan dia di rumah-rumah kami. Kemudian dia jatuh sakit yang membawa kematiannya di rumah itu, (lalu kami rawat dia). Setelah dia meninggal dunia, dimandikan, dan dikafani di dalam kainnya, maka masuklah Rasulullah. Kemudian aku berkata, 'Rahmat Allah pasti dicurahkan atasmu wahai Abu Saib, aku bersaksi bahwa Allah pasti memuliakanmu.' Lalu Nabi bersabda, 'Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa Allah pasti memuliakannya?' Aku menjawab, '(Aku tidak tahu, demi Allah), kutebus engkau dengan ayah (dan ibuku) wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang yang dimuliakan oleh Allah?' Beliau bersabda, 'Dia (demi Allah 4/265), telah meninggal dunia, dan demi Allah aku berharap semoga dia mendapatkan kebaikan. Demi Allah aku tidak tahu, padahal aku adalah utusan Allah, apa yang akan diperbuat terhadap diriku (dalam satu riwayat: terhadapnya[6]) dan terhadap kalian.' Maka, demi Allah, sesudah itu aku tidak pernah lagi menganggap suci terhadap seseorang." (Dia berkata, "Hal itu menyedihkan hatiku." Dia berkata, "Lalu aku tidur, kemudian aku bermimpi melihat mata air mengalir kepada Utsman. Kemudian aku datang kepada Rasulullah memberitahukan hal itu, lalu beliau bersabda, 'Itu adalah amalnya yang mengalir untuknya.'")
634. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika ayahku terbunuh, (dalam satu riwayat: dia berkata, 'Ayahku yang terbunuh pada hari Perang Uhud dengan diperlakukan sadis dan dibawa ke hadapan Rasulullah dalam keadaan sudah ditutup kain, maka aku ingin) membuka kain dari wajahnya dan aku menangis. Orang-orang melarangku. Kemudian aku hendak membukanya, tetapi kaumku melarangku, sedang Nabi tidak melarangku. Lalu Rasulullah memerintahkan supaya jenazah ayah diangkat. Bibiku Fathimah menangis (dalam satu riwayat: Nabi mendengar suara tangis seorang wanita, lalu beliau bertanya, 'Siapakah ini?' Orang-orang menjawab, 'Anak wanita atau saudara wanita Amr.') Nabi bersabda, 'Kamu menangis ataupun tidak, malaikat senantiasa menaunginya dengan akup-akupnya hingga kalian mengangkatnya.'"
Bab Ke-4: Orang yang Mengabarkan Sendiri Kematian Orang Lain kepada Keluarganya
635. Abu Hurairah r.a.
mengatakan bahwa Nabi saw memberitakan kematian Najasyi (Raja Habasyah 2/90)
pada hari kematiannya. (Dan 2/91) beliau mengajak mereka keluar ke mushalla,
(kemudian beliau maju ke depan 2/88), lalu mengatur shaf mereka (di belakang
beliau) dan takbir empat kali. (Dan beliau bersabda, "Mintakanlah ampun kepada
Allah untuk saudaramu." 4/246).
Bab Ke-5: Memberitakan
Kematian Seseorang
Abu Rafi' berkata dari Abu Hurairah r.a., bahwa dia berkata, "Nabi bersabda, 'Mengapa kalian tidak memberitahukan kematian orang itu kepadaku?'"[7]
637. Ibnu Abbas r.a.
berkata, "Ada seseorang meninggal, yang biasa dikunjungi Rasulullah waktu
dia sakit. Dia meninggal malam hari, dan dikuburkan malam itu juga. Keesokan
harinya, para sahabat mengabarkannya kepada Rasulullah. Kemudian beliau
bertanya, 'Apakah yang menghalangi kalian untuk memberitahukanku?' Mereka
menjawab, 'Hari sudah malam lagi pula gelap, kami tidak suka menyulitkan
engkau.' Lalu beliau pergi ke kuburnya. Kemudian beliau shalat (gaib) atas orang
yang meninggal itu."
Bab Ke-6: Keutamaan Orang yang Kematian Anaknya Lalu Ia Bersabar dan Ridha. Allah Berfirman, "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
638. Anas bin Malik
r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak ada seorang muslim yang ditinggal
mati oleh tiga orang anak nya yang belum balig kecuali Allah akan memasukkannya
ke surga karena anugerah rahmat Nya kepada mereka.'"
639. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, 'Tiada seorang pun dari orang muslim yang ditinggal mati oleh tiga anaknya (yang belum balig)[8] lalu ia masuk ke dalam neraka, kecuali hanya sekadar waktu yang lamanya seperti membebaskan diri dari sumpah." Abu Abdillah mengatakan dengan mengutip firman Allah, "Tiada seorang pun dari kamu melainkan akan mendatangi neraka itu."
Bab Ke-7: Ucapan Seorang Laki-Laki kepada Orang Wanita di Kubur, "Bersabarlah."
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Anas yang tercantum pada '93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-8: Memandikan Mayit dan Mewudhuinya dengan Air Bercampur Sidr
Abdullah bin Umar r.a.
memberikan wangi-wangian sewaktu memandikan anak Said bin Zaid yang meninggal
dunia. Ia membawa anak itu, menshalati, dan Abdullah bin Umar tidak berwudhu
lagi.[9]
Abdullah bin Abbas
berkata, "Orang Islam itu tidak najis, baik masih hidup maupun setelah
meninggal dunia."[10]
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah yang akan disebutkan sesudah ini.")
Bab Ke-9: Disunnahkan Memandikan dengan Hitungan Ganjil
640. Ummu Athiyah r.a.
(seorang wanita Anshar yang turut berbai'at, yang datang ke Bashrah untuk
mencari anak nya, tetapi tidak menemukannya 2/74) berkata, "Rasulullah
masuk kepada kami ketika kami sedang memandikan putri beliau seraya bersabda,
'Mandikanlah dengan siraman yang ganjil, yaitu tiga kali, lima kali (tujuh
kali), atau lebih banyak dari itu-jika kamu memandang perlu-dengan menggunakan
air dan daun bidara. Berilah kapur barus di akhir kalinya.' Beliau bersabda
kepada kami ketika kami hendak memandikannya, 'Mulailah dengan anggota badan
bagian kanan dan anggota-anggota wudhunya. Jika telah selesai, maka
beritahukanlah aku.' Ketika kami telah selesai, kami memberi tahu beliau. Lalu,
beliau memberikan sarung beliau kepada kami seraya bersabda, 'Pakaikanlah
(sarung ini) kepada nya.' (Dan beliau tidak menambah dari itu, dan aku tidak
mengetahui putri beliau yang mana dia itu). Kami sisir dia (dan dalam satu
riwayat: lalu kami ikat rambutnya) tiga ikatan. (Dan dalam satu riwayat: Ummu
Athiyah berkata, 'Mereka uraikan rambutnya, kemudian mereka mandikan, lalu
mereka ikat menjadi tiga.) (Sufyan berkata, 'Pada dua ubun-ubunnya dan dua
tanduknya.' 2/75). Lalu, kami letakkan rambutnya ke belakang." (Dan Ayyub
memperkirakan agar memakaikan pakaian beliau kepadanya. Begitulah Ibnu Sirin
memerintahkan agar mayat wanita dikenakan padanya pakaian dan tidak dipakaikan
sarung padanya).
Bab Ke-10: Mendahulukan Anggota-anggota Yang Kanan
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di atas.")
Bab Ke-11:
Tempat-Tempat Wudhu Mayat
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-12: Apakah
Orang Wanita Itu Boleh Dikafani dengan Sarung Lelaki
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-13: Memberi Kapur Barus pada Penghabisan Memandikan Mayat
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-14: Mengurai
Rambut Wanita
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-15: Bagaimana
Cara Memberi Pakaian Mayat yang Bagian Dalam, Yakni yang Menempel pada Tubuh
Al-Hasan berkata,
"Sobekan (potongan) kain yang kelima diikatkan pada kedua paha dan pangkal
paha di bawah baju luar."
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-16: Apakah
Rambut Wanita Boleh Dijadikan Tiga Ikatan
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-17: Meletakkan
Rambut Kepala Mayat Wanita ke Belakang
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-18: Kain Putih
untuk Kafan
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 94.")
Bab Ke-19: Mengkafani
dengan Dua Lembar Kain
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan dalam bab sesudahnya.")
Bab Ke-20: Memberikan Harum-haruman kepada Mayat
641. Ibnu Abbas r.a.
berkata, "Ketika seorang laki-laki wukuf di Arafah bersama Rasulullah
tiba-tiba ia jatuh dari kendaraannya, lalu lehernya patah. (Dalam satu riwayat:
'Dipatahkan lehernya oleh untanya, sedang kami bersama Nabi yang sedang ihram,
lalu orang itu meninggal dunia.) Nabi bersabda, 'Mandikanlah dengan air dan
bidara, dan kafanilah dalam dua kain (atau: kedua kainnya 2/217). Jangan kamu
kenakan wewangian padanya, dan jangan kalian tutupi kepalanya. Karena,
sesungguhnya Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan dia
membaca talbiah.'"
Bab Ke-21: Bagaimana
Orang yang Sedang Ihram Itu Dikafani
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
di muka.")
Bab Ke-22: Kafan yang
Berupa Gamis yang Dijahit atau Tidak Dijahit, dan Orang yang Dikafani dengan
Selainnya
642. Ibnu Umar r.a
mengatakan bahwa ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, anaknya (yang
bernama Abdullah bin Abdullah 5/207) datang kepada Nabi saw. dan berkata,
"Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku baju kurung engkau untuk
mengkafaninya, shalatlah atasnya, dan mohonkan ampunan untuknya." Lalu
Nabi memberikan baju kurung beliau seraya bersabda (kepadanya, "Apabila
sudah selesai, maka 7/36) beritahukanlah kepadaku untuk aku shalati." Lalu
ia memberitahukan kepada beliau. Maka, ketika beliau hendak menshalatinya, Umar
ibnul-Khaththab r.a. menarik beliau seraya berkata, "Bukankah Allah
melarang engkau menshalati orang-orang munafik?" (Dalam satu riwayat:
"Engkau hendak menshalatinya padahal dia seorang munafik, sedangkan Allah
telah melarangmu untuk memintakan ampun buat mereka?" 5/207). Beliau
bersabda, "Aku di antara dua pilihan, yaitu Allah berfirman surah at
Taubah ayat 80, 'Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau kamu tidak memohonkan
ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi
mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun
kepada mereka.'" Kemudian beliau bersabda, "Aku akan menambah lebih
dari tujuh puluh kali." Ibnu Umar berkata, "Lalu beliau menshalatinya
dan kami pun shalat bersama beliau." Maka, turunlah ayat 84 surah at
Taubah, 'Janganlah sekali-kali kamu menshalatkan (jenazah) seseorang yang mati
di antara mereka (orang-orang munafik), dan janganlah kamu berdiri (mendoakan)
di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
mereka mati dalam keadaan fasik." Maka, beliau tidak lagi
mendoakan/menshalati mereka.
643. Jabir r.a. berkata, "Nabi datang kepada Abdullah bin Ubay setelah ia dikuburkan, lalu ia dikeluarkan. Beliau meniupkan ludah beliau kepadanya, dan beliau memakaikan baju kurung beliau kepadanya."
Bab Ke-23: Kafan
dengan Selain Gamis
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada Bab 94.")
Bab Ke-24: Kafan Tanpa Serban
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Aisyah yang diisyarat kan di muka.")
Bab Ke-25: Kafan dari Seluruh Harta
644. Ibrahim bin Sa'ad
berkata, "Pada suatu hari dibawakan makanan kepada Abdur Rahman bin Auf
(pada waktu itu ia berpuasa, dan hendak berbuka). Lalu, ia berkata, 'Mush'ab
bin Umair terbunuh, dan ia lebih baik daripada aku. Ketika meninggal, tidak ada
selembar kain pun yang dapat dipergunakan sebagai kafannya, melainkan hanya
selembar kain bergaris yang dikenakan di tubuhnya. Jika ditutupkan pada
kepalanya, maka kedua kakinya tampak. Jika ditutupkan pada kedua kakinya, maka
kepalanya kelihatan.' Aku lihat Abdur Rahman bin Auf berkata, 'Hamzah juga
terbunuh, (sedang dia) lebih baik daripada aku. Tidak ada yang dapat dijadikan
kafan melainkan selembar kain bergaris yang sedang dikenakan di tubuhnya.
(Kemudian dibentangkan kekayaan dunia kepada kami sedemikian rupa.' Atau dia
berkata, 'Kemudian kami diberi kekayaan dunia sedemikian rupa.) Aku takut
kalau-kalau telah disegerakan kepada kami kesenangan-kesenangan kami (dan dalam
satu riwayat: kebaikan-kebaikan kami) di dalam kehidupan dunia sekarang ini.'
Setelah itu Abdur Rahman menangis, (hingga dibiarkannya makanan itu)."
Bab Ke-26: Jika Tidak Didapatkan Melainkan Hanya Selembar Kain
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur
rahman bin Auf di atas.")
Bab Ke-27: Jika Tidak
Memperoleh Kafan Kecuali yang Dapat Menutupi Kepala atau Kedua Kakinya Saja,
Maka Ditutupi Kepalanya Saja
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Khabbab
bin Arat yang tersebut pada '64-AL-MAGHAZI/28-BAB'.")
Bab Ke-28: Orang yang
Menyiapkan Kafannya Sebelum Meninggal Dunia pada Zaman Nabi, Lalu Beliau Tidak
Melarangnya
645. Sahl (bin Sa'ad)
r.a. mengatakan bahwa seorang wanita berselendang tenun yang ada tepinya datang
kepada Rasulullah. (Lalu Sahl bertanya kepada orang banyak 7/82), "Apakah
kalian mengetahui selendang itu?" Mereka menjawab, "Kain belud."
Sahl menimpali, "Ya." Wanita itu berkata, "(Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku 7/40) menenun kain itu dengan tanganku, aku datang untuk
mengenakannya kepada engkau." Nabi saw mengambilnya sebagai orang yang
membutuhkannya, (lalu beliau mengenakannya). Kemudian beliau keluar kepada kami
dan selendang itu dipakainya sebagai sarung. Lalu, si Fulan (dari kalangan
sahabat) memandangnya baik-baik (tertarik kepadanya) seraya berkata,
"Wahai Rasulullah, kenakanlah kepadaku, alangkah indahnya." (Nabi
menjawab, "Ya." Lalu beliau duduk di majelis sekehendak Allah.
Kemudian beliau kembali, lantas melipatnya. Sesudahnya beliau mengirimkan kain
itu kepada orang tersebut. Maka 3/14) ketika Nabi telah pergi, orang itu dicela
oleh sahabat-sahabatnya dengan berkata kepadanya, "Kamu tidak berbuat
baik. Nabi mengenakannya karena membutuhkan, kemudian kamu memintanya. Padahal,
kamu mengetahui bahwa beliau tidak pernah menolak permintaan." Lelaki itu
berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku tidak memintanya untuk aku pakai.
Tetapi, aku minta kepada beliau untuk menjadi kafanku." (Dan dalam satu
riwayat: "Aku mengharapkan berkahnya ketika dipakai oleh Nabi,
mudah-mudahan aku nanti dikafani dengan kain itu pada waktu aku meninggal
dunia.") Sahl berkata, "Maka, selimut (selendang) itu menjadi kafannya."
Bab Ke-29: Kaum Wanita Mengikuti Jenazah
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu
Athiyah yang tertera pada nomor 176 di muka.")
Bab Ke-30: Berkabungnya Wanita terhadap Orang yang Bukan Suaminya
Bab Ke-31: Ziarah
Kubur
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Anas yang tercantum pada '93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-32: Sabda Nabi,
"Mayat Itu Disiksa Sebab Ditangisi Keluarganya," Bila Ratap Tangis Itu
Atas Anjurannya, Mengingat Firman Allah, "Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka."
Nabi saw bersabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya."[18]
Kalau ratapan itu bukan atas anjuran si mayat (sewaktu hidup), maka hal itu menjadi tanggung jawab si pelaku sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Aisyah r.a. mengutip firman Allah, "Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain."(Fathiir: 18)[19] Dan, seperti firman-Nya, "Jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu, tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun." (Fathiir: 18)
Tentang kemurahan
untuk menangis kalau bukan ratapan, Nabi saw bersabda, "Tidak ada
seseorang yang dibunuh secara aniaya melainkan anak Adam yang pertama juga
turut menanggung dosanya. Pasalnya, dialah orang yang pertama kali melakukan
pembunuhan."[20]
646. Usamah bin Zaid
berkata, "Putri Nabi mengirimkan utusan kepada beliau. (Dalam satu
riwayat: Aku berada di sisi Nabi, tiba-tiba datang utusan salah seorang putri
beliau 7/211 dengan membawa pesan) bahwa anaknya meninggal (dalam satu riwayat:
menghembuskan napas yang penghabisan 7/211, dan dalam riwayat lain: sampai
ajalnya 8/176), maka datanglah kepadanya. Maka, beliau mengirimkan utusan untuk
menyampaikan salam dan pesan, "Sesungguhnya bagi Allah apa yang
diambil-Nya dan bagi-Nya apa yang diberikan-Nya. Segala sesuatu di sisi-Nya
dengan waktu yang tertentu, maka (suruhlah ia 8/165) bersabar dan mengharapkan
pahala." Kemudian ia mengutus kepada beliau seraya bersumpah agar beliau
mendatanginya. Lalu, Nabi saw berdiri bersama Sa'd bin Ubadah, Muadz bin Jabal,
Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, (Ubadah bin Shamit), dan beberapa orang lagi.
Lalu dibawalah anak itu kepada Nabi (kemudian beliau dudukkan dia dipangkuan
beliau 7/223), sedang napasnya tersengal-sengal seolah-olah girbah 'tempat air'
dari kain usang yang kering, lalu kedua mata beliau berlinang. Sa'ad berkata
kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah ini?" Beliau bersabda,
"Ini adalah kasih sayang yang dijadikan oleh Allah dalam hati hamba-hamba
Nya (yang dikehendaki-Nya), dan Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang
penyayang."
647. Anas bin Malik
r.a. berkata, "Kami menyaksikan putri Rasulullah. Ia berkata, 'Rasulullah
duduk di atas kubur. Lalu aku melihat kedua mata beliau berlinang. Beliau
bersabda, 'Apakah di antara kalian ada orang yang tidak mencampuri[21] istrinya tadi malam?
Abu Thalhah berkata, 'Aku.' Beliau bersabda, 'Turunlah (ke dalam kuburnya
2/93).' Kemudian ia turun di kuburnya, lantas menguburnya.'" Ibnul Mubarak
berkata, "Fulaih berkata, 'Aku menganggapnya, yakni dosa.' Abu Abdillah
(Imam Bukhari) berkata, "Kata liyaqtarifuu berarti hendaklah mereka
berusaha."
648. Abdullah bin Ubaidillah bin Abu Mulaikah berkata, "Putri Utsman bin Affan meninggal dunia di Mekah dan kami datang hendak menghadirinya. Di sini datang pula Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Aku sendiri duduk di antara kedua orang itu atau aku duduk mendekati salah seorang dari keduanya. Kemudian ada orang lain yang baru datang dan langsung duduk di dekatku. Abdullah bin Umar berkata kepada Amr bin Utsman, 'Mengapa engkau tidak melarang menangis? Sebab, Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.' Ibnu Abbas r.a. berkata, 'Umar memang pernah mengatakan sebagian dari hadits itu.' Ibnu Abbas berkata, 'Aku pernah keluar untuk bepergian bersama Umar dari Mekah. Setelah kami berada di Baida' tampaklah di situ sebuah kafilah dengan beberapa ekor unta yang sedang bepergian dan jumlahnya lebih dari sepuluh ekor. Mereka sedang beristirahat di bawah pohon berduri. Umar berkata, 'Pergilah, perhatikanlah siapa rombongan itu.' Kemudian aku perhatikan, ternyata Shuhaib sebagai pemimpin mereka. Lalu saya memberitahukan kepada Umar, lalu dia berkata, 'Panggillah dia supaya datang kepadaku.' Kemudian aku kembali kepada Shuhaib dan aku berkata kepadanya, 'Pergilah menemui Amirul Mu'minin.' Ketika Umar terkena musibah (tusukan pisau yang menyebabkan kematiannya), Shuhaib datang sambil menangis dan berkata, 'Aduhai saudaraku, aduhai sahabatku!' Mendengar tangis Shuhaib itu, Umar berkata, 'Wahai Shuhaib, apakah engkau menangisiku, sedangkan Rasulullah telah bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena sebagian tangisan keluarganya (dan dalam satu riwayat: tangisan orang yang hidup 2/82) atasnya (dan dalam riwayat lain: di dalam kuburnya, karena diratapi).' Ibnu Abbas berkata, 'Pada waktu Umar sudah wafat, aku menyebutkan hal itu kepada Aisyah r.a., lalu ia berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Umar. Demi Allah, Rasulullah tidak mensabdakan bahwa Allah menyiksa orang-orang mukmin karena ditangisi keluarganya. Akan tetapi, beliau bersabda, 'Sesungguhnya orang kafir itu semakin bertambah siksanya karena ditangisi keluarganya.' Cukup bagimu Al-Qur'an (surah al-Fathiir ayat 18) yang mengatakan, 'Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.'" Ketika terjadi hal tersebut, maka Ibnu Abbas berkata, "Allah itulah yang membuat orang tertawa dan menangis." Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Demi Allah, Abdullah bin Umar tidak mengatakan sesuatu pun."
649. Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata, "Nabi melewati seorang wanita Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya. Lalu, beliau bersabda, 'Sesungguhnya mereka menangisinya, dan sesungguhnya ia sedang disiksa di dalam kuburnya.'"
650. Abu Burdah dari
Ayahnya, berkata, "Ketika Umar terkena musibah, maka Shuhaib berkata,
'Aduhai saudaraku!' Kemudian Umar berkata, 'Apakah engkau tidak mengetahui
bahwa Nabi bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu di siksa karena ditangisi orang
yang hidup.'"
Bab Ke-33: Tidak Disukai Meratapi Mayat
Umar r.a. berkata,
"Biarkanlah mereka menangisi Abu Sulaiman,[22] asalkan tidak
menaburkan tanah di atas kepala dan tidak berteriak-teriak."[23]
651. Al-Mughirah
berkata, "Aku mendengar Nabi bersabda, 'Sesungguhnya berdusta atasku
tidaklah seperti berdusta atas seseorang yang lain. Barangsiapa yang berdusta
atasku, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.' Aku (Mughirah)
mendengar Nabi bersabda pula, 'Barangsiapa yang diratapi, maka ia disiksa sebab
diratapi itu.'"[24]
Bab Ke-34: Bukan
Termasuk Golongan Kaum Muslimin Orang yang Merobek-robek Pakaian (Ketika
Ditinggal Mati Seseorang)
652. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Bukan dari golongan kami orang yang menampar-nampar (dalam satu riwayat: memukul-mukul 2/83) pipi, merobek leher baju, dan berseru dengan seruan jahiliah."
Bab Ke-35: Nabi
Bersedih atas Kematian Sa'ad bin Khaulah
653. Sa'ad bin Abi
Khaulah r.a. berkata, "Rasulullah menjengukku pada tahun Haji Wada'
(ketika aku di Mekah 3/186) karena sakit keras yang menimpaku (apakah aku akan
sembuh darinya menghadapi kematian 4/267). (Dan dia tidak suka meninggal dunia
di negeri yang dia tinggalkan hijrah). Aku berkata, 'Sesungguhnya sakitku telah
parah seperti apa yang engkau lihat, dan aku mempunyai harta, padahal yang
mewarisi aku hanyalah seorang anak wanita. Apakah boleh aku mewasiatkan seluruh
hartaku?' Nabi menjawab, 'Tidak.' Aku berkata (6/189), 'Apakah boleh aku
sedekahkan dua pertiga hartaku? (dan aku tinggalkan sepertiganya? (7/6) Beliau
bersabda, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Separo (dan aku tinggalkan separonya)?'
Beliau menjawab, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Apakah boleh aku wasiatkan sepertiga
dan aku tinggalkan dua pertiga untuknya?' Beliau bersabda, 'Sepertiga, dan
sepertiga itu besar atau banyak. Karena engkau meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan kaya itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam
keadaan fakir, minta-minta kepada orang-orang. Sesungguhnya engkau tidak
menafkahkan suatu nafkah dengan mengharapkan ridha Allah melainkan engkau pasti
diberi pahala, (dalam satu riwayat: maka yang demikian itu menjadi sedekah
bagimu), hingga apa yang engkau letakkan di dalam mulut istrimu.' Kemudian
beliau meletakkan tangan beliau ke wajah beliau, lalu mengusapkan tangan beliau
ke wajah dan tanganku, seraya berkata, 'Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, dan
sempurnakanlah hijrahnya.' Maka, aku senantiasa merasakan dinginnya tangan
beliau di dadaku hingga sekarang. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku
ketinggalan oleh teman-temanku?' (Dan dalam satu riwayat: 'doakanlah agar Allah
tidak mengembalikanku ke belakang lagi.' 3/187). Beliau bersabda, 'Sesungguhnya
engkau tidak ketinggalan. Karena tidaklah engkau melakukan suatu amal saleh
(dengan mengharapkan ridha Allah) kecuali engkau bertambah derajat dan
ketinggianmu. Kemudian mudah-mudahan engkau tidak akan tertinggal (meninggal di
Mekah) sehingga orang-orang itu mendapat manfaat denganmu dan orang-orang lain
mendapat mudharat. Ya Allah, lestarikanlah hijrah sahabat-sahabatku dan
janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (jangan Engkau jadikan murtad -
penj.).'" Akan tetapi, orang yang merana adalah Sa'ad bin Khaulah yang
diratapi oleh Rasulullah karena meninggal di Mekah. (Sa'ad berkata 7/160),[25] "Rasulullah
bersedih atas kematiannya di Mekah." (Sufyan berkata, "Sa'ad bin
Khaulah adalah seorang lelaki dari bani Amir bin Luai." 8/6).
Bab Ke-36: Larangan Mencukur Rambut Kepala Ketika Mendapat Musibah
Abu Burdah bin Abi
Musa berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya di
pangkuan seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak sesuatu pun
tehadap wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku berlepas diri dari
orang yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas
diri dari orang yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, orang yang
mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah, dan orang yang merobek-robek
pakaiannya ketika tertimpa musibah.'"[26]
Bab Ke-37: Tidak
Termasuk Golongan Kami Orang yang Menampar-nampar Pipinya
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu
Mas'ud yang tercantum pada nomor 652 di muka.")
Bab Ke-38: Larangan
Mengatakan, "Celaka!" Dan Berseru dengan Seruan Jahiliah Ketika
Mendapat Musibah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud di muka.")
Bab Ke-39: Orang yang Duduk Ketika Mendapatkan Musibah dan Tampak Adanya Kesedihan di Wajahnya
Bab Ke-40: Orang yang
Tidak Menampakkan Kesedihan Ketika Mendapatkan Musibah
Muhammad bin Ka'ab
al-Qurazhi berkata, "Keluh kesah adalah perkataan yang buruk dan
persangkaan yang buruk." Nabi Ya'qub a.s. berkata, "Sesungguhnya aku
hanya mengadukan kesusahan dan kesedihan hatiku kepada Allah."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tercantum pada '71-AL-AQIQAH/1-BAB'.")
Bab Ke-41: Kesabaran Itu Hanyalah pada Awal Kejadian
Umar berkata, "Alangkah baiknya memperoleh separo beban pada dua sisi lambung binatang tunggangan. Alangkah baiknya apa yang ada di antara beban dua lambung itu, yaitu, 'Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun' 'Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Nya.' Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (al-Baqarah: 156-157). Juga firman-Nya, "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (al-Baqarah: 45)
Bab Ke-42: Sabda Nabi,
"Sesungguhnya Kami Bersedih karena Berpisah denganmu."
654. Anas bin Malik
r.a. berkata, "Kami masuk bersama Nabi pada Abu Saif al-Qain (si pandai
besi), suami wanita yang menyusui Ibrahim. Lalu, Rasulullah mengambil Ibrahim
dan menciumnya. Sesudah itu kami masuk kepadanya dan Ibrahim mengembuskan napas
yang penghabisan. Maka, air mata Rasulullah mengucur. Lalu Abdurrahman bin Auf
berkata kepada beliau, 'Engkau (menangis) wahai Rasulullah?' Beliau bersabda,
'Wahai putra Auf, sesungguhnya air mata itu kasih sayang.' Kemudian air mata
beliau terus mengucur. Lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya air mata mengalir,
dan hati pun bersedih. Namun, kami hanya mengucapkan perkataan yang diridhai
oleh Tuhan kami. Sungguh kami bersedih karena berpisah denganmu wahai
Ibrahim.'"
Bab Ke-43: Menangis di Dekat Orang Sakit
655. Abdullah bin Umar
r.a. berkata, "Sa'ad bin Ubadah mengeluhkan sakitnya. Lalu Nabi datang
menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah
bin Mas'ud. Ketika beliau masuk kepadanya, ia sedang dikerumuni keluarganya.
Nabi bertanya, 'Sudah meninggal?' Mereka menjawab, 'Belum wahai Rasulullah.'
Lalu Nabi menangis. Ketika orang-orang melihat beliau menangis, mereka pun
menangis pula. Beliau bersabda, 'Tidakkah kalian mendengar bahwa Allah tidak
menyiksa karena air mata dan hati yang sedih, tetapi Allah menyiksa atau
mengasihani karena ini.' Seraya menunjuk ke lidah beliau, 'Sesungguhnya mayat
itu disiksa karena tangis keluarganya atas mayit itu.' Umar biasa memukul orang
yang menangisi mayat dengan tongkat, melemparnya dengan batu, dan menaburkan
debu padanya."
Bab Ke-44: Larangan Berteriak-teriak, Menangis, dan Boleh Membentak Orang yang Berbuat Begitu
656. Aisyah r.a.
berkata, "Ketika berita terbunuhnya Zaid bin Haritsah, Ja'far (bin Abu
Thalib 5/87), dan Abdullah Ibnu Rawahah sampai kepada Nabi, beliau duduk dengan
tampak susah, dan aku melihat dari balik pintu. Lalu, datanglah seorang
laki-laki seraya mengatakan, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri Ja'far
meratapi kematian suaminya. Lalu, beliau menyuruh untuk melarang mereka, maka
laki-laki itu pergi. Kemudian datanglah ia (untuk kedua kalinya) seraya
berkata, 'Aku telah melarang tetapi mereka tidak menaatinya.' Beliau
menyuruhnya lagi untuk melarangnya. Kemudian lelaki itu pergi (untuk
melarangnya). Lalu, ia datang lagi (untuk ketiga kalinya) seraya berkata, 'Demi
Allah, mereka mengalahkanku atau mengalahkan kami-keraguan ini dari Muhammad
bin Abdullah bin Hausyab-wahai Rasulullah.' Maka, aku menduga bahwa beliau
bersabda, 'Taburkanlah debu ke dalam mulut mereka.' Aku berkata, 'Kepastian
Allah atas kamu. Demi Allah, engkau tidak mengerjakan apa yang diperintahkan
Rasulullah kepadamu, dan engkau tidak berusaha menghilangkan kesedihan
Rasulullah.'"
Bab Ke-45: Berdiri untuk Menghormati Jenazah
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Amir bin
Rabi'ah pada bab berikut.")
Bab Ke-46: Kapankah Seseorang Itu Duduk Jika Telah Berdiri untuk Menghormati Jenazah
657. Amir bin Rabi'ah r.a mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu melihat jenazah, jika dia tidak berjalan bersamanya, maka berdirilah sehingga membelakanginya atau jenazah itu mendahului dia, atau hingga jenazah itu diletakkan sebelum mendahului dia."
658. Abu Sa'id al-Maqburi berkata, "Kami bersama-sama mengantarkan jenazah seseorang, lalu Abu Hurairah memegang tangan Marwan. Kemudian mereka duduk sebelum jenazah diletakkan. Lalu Abu Sa'id datang, dan memegang tangan Marwan seraya berkata, 'Berdirilah. Demi Allah bahwa orang ini telah mengetahui bahwa Nabi melarang hal itu.'" (Dan dari jalan lain disebutkan: Beliau bersabda, "Apabila kamu melihat jenazah, maka berdirilah. Barangsiapa yang mengantarkannya, maka janganlah ia duduk sebelum jenazah itu diletakkan." 2/87). Lalu Abu Hurairah berkata, "Dia benar."
Bab Ke-47: Orang yang
Mengantarkan Jenazah Jangan Duduk Sebelum Jenazah Diletakkan dari Bahu Para
Pemikulnya. Jika Ada Yang Duduk Supaya Diperintahkan Berdiri
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Sa'id
yang tercantum sebelumnya pada riwayat lain.")
Bab Ke-48: Orang yang
Berdiri karena Jenazah Orang Yahudi
659. Jabir bin
Abdullah r.a. berkata, "Suatu jenazah melewati kami, lalu Nabi berdiri
karenanya, dan kami pun berdiri. Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, jenazah itu
adalah jenazah orang Yahudi.' Beliau bersabda, 'Jika kamu melihat jenazah, maka
berdirilah!'"[28]
660. Abdur Rahman bin
Abu Laila berkata, "Ketika Sahal bin Hunaif dan Qais bin Sa'ad sedang
duduk-duduk di Qadisiyah, tiba-tiba lewat di hadapan mereka suatu jenazah. Lalu
keduanya berdiri. Setelah itu dikatakan orang kepada mereka bahwa jenazah itu
adalah jenazah dzimmi (bukan orang Islam). Mereka menjawab, 'Sesungguhnya
(dalam satu riwayat: Abdur Rahman berkata, 'Aku bersama Qais dan Sahl r.a.,
lalu keduanya berkata, 'Kami bersama Nabi[29]) pernah pula lewat
sebuah jenazah di hadapan Nabi, lantas beliau berdiri. Sesudah itu di katakan
orang kepada beliau bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi. Maka, beliau
bersabda, 'Bukankah ia manusia juga?'"
Bab Ke-49: Kaum Lelaki
yang Membawa Jenazah, Bukan Kaum Wanita
661. Abu Sa'id al-Khudri r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila jenazah diletakkan dan orang-orang mengangkatnya di atas pundak mereka, jika jenazah itu baik, maka ia berkata, 'Cepatkanlah aku, (cepatkanlah aku, 2/103).' Dan, jika jenazah itu tidak baik, maka ia berkata kepada keluarganya, 'Wahai celakanya,[31] hendak ke manakah kalian pergi membawaku?' Segala sesuatu mendengarnya kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya, niscaya ia pingsan."
Bab Ke-50: Mempercepat dalam Membawa Jenazah
Anas r.a. berkata, "Jika kalian mengantarkan jenazah, maka berjalanlah di depannya, di belakangnya, di sebelah kanannya, dan di sebelah kirinya."[32]Dan yang lain berkata, "Dekat dengannya."[33]
662. Abu Hurairah r.a.
mengatakan Nabi saw bersabda, "Segerakanlah mengantarkan jenazah. Jika
jenazah itu baik, maka itu adalah kebaikan yang kamu ajukan (segerakan)
kepadanya. Jika jenazah itu tidak demikian (tidak baik), maka itu adalah
keburukan yang kalian lepaskan dari pundak-pundak kalian."
Bab Ke-51: Ucapan Mayat Sewaktu Berada di Keranda Mayat, "Cepatkanlah Aku!"
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Sa'id
yang baru disebutkan di atas.")
Bab Ke-52: Orang yang
Membuat Shaf Dua atau Tiga Shaf dalam Shalat Jenazah di Belakang Imam
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Jabir yang akan disebutkan di bawah ini.")
Bab Ke-53: Shaf-Shaf
dalam Shalat Jenazah
663. Jabir bin
Abdullah r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Telah meninggal dunia hari ini
seorang laki-laki yang saleh, bangsa Habasyah. Karena itu, marilah kita
shalatkan ia.' (Dalam satu riwayat: 'Maka, lakukanlah shalat atas saudara mu,
Ashhamah.') Jabir berkata, "Lalu kami berbaris (di belakang beliau 4/
246), lantas Nabi menshalatinya dan kami berbaris menjadi beberapa baris. Maka,
aku berada pada baris kedua atau ketiga. Kemudian beliau bertakbir empat
kali."
Bab Ke-54: Shaf Anak
Anak Lelaki Bersama dengan Orang-orang Lelaki di Dalam Shalat Jenazah
664. Ibnu Abbas r.a.
mengatakan bahwa Rasulullah lewat dekat sebuah kuburan yang baru semalam
dikuburkan, (dan beliau bertanya tentang orang itu, "Siapakah ini?"
Mereka menjawab, "Fulan." 2/93). Lalu beliau bertanya lagi,
"Kapan mayit ini dikuburkan?" Mereka menjawab, "(Dikuburkan
2/90) tadi malam." Nabi bertanya, "Mengapa kalian tidak memberitahukan
kepadaku?" Mereka menjawab, "Kami kuburkan ia tengah malam yang
sangat gelap. Karena itu, kami tidak mau membangunkan engkau." Nabi
berdiri, dan kami berbaris di belakang beliau untuk shalat." Ibnu Abbas
berkata, "Aku ketika itu berada di antara mereka, lalu beliau
menshalatinya, (dan bertakbir empat kali)."
Beliau menamakan semua
ini dengan "shalat', padahal di dalam shalat jenazah ini tidak terdapat
ruku, sujud, dan perkataan-perkataan. Di dalam shalat jenazah ini terdapat
takbir dan salam.
Ibnu Umar tidak
mengerjakan shalat jenazah melainkan dengan bersuci terlebih dahulu.[38] Ia tidak mau
mengerjakan shalat tepat pada waktu matahari terbit dan terbenam.[39] Ia mengangkat kedua
tangannya.[40]
Al-Hasan berkata,
"Aku dapati orang-orang, dan yang lebih berhak terhadap jenazah mereka
ialah orang-orang yang merelakan mereka terhadap kewajiban-kewajiban
mereka." Apabila al-Hasan berhadats pada waktu (hendak) shalat Id atau
shalat jenazah, dia meminta air, tidak bertayamum. Jika al-Hasan baru sampai ke
tempat jenazah ketika orang-orang sedang menshalatinya, maka dia mengikuti
shalat mereka dengan bertakbir.[41]
Ibnul Musayyab
berkata, "Hendaklah orang bertakbir empat kali dalam shalat jenazah, baik
pada waktu malam maupun siang, ketika dalam bepergian maupun ketika di
rumah."[42]
Anas r.a. berkata,[43] "Takbir kesatu
adalah sebagai pembukaan shalat." Dia berkata lagi, "Janganlah
sekali-kali kamu shalat atas seseorang dari mereka (orang munafik) yang
meninggal dunia."
Dalam shalat jenazah ini terdapat shaf-shaf dan imam.
Bab Ke-56: Keutamaan
Mengantar Jenazah
Zaid bin Tsabit r.a.
berkata, "Apabila Anda telah melaksanakan shalat (jenazah), maka Anda
telah menunaikan kewajiban Anda."[44]
Humaid bin Hilal berkata,
"Kami tidak melihat adanya izin untuk tidak mengurusi jenazah. Tetapi,
barangsiapa yang telah menunaikan shalat (jenazah), kemudian ia pulang, maka ia
mendapat (pahala) satu qirath."[45]
665. Nafi' berkata,
"Diceritakan kepada Ibnu Umar bahwa Abu Hurairah berkata, 'Barangsiapa
yang mengiringkan jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath.' Ibnu Umar berkata,
'Abu Hurairah terlalu banyak mengatakannya kepada kami.' Lalu Aisyah membenarkan
Abu Hurairah seraya berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda begitu.'
Kemudian Ibnu Umar berkata, 'Sungguh kami telah mengabaikan banyak
qirath.'"
Bab Ke-57: Orang yang
Menantikan Jenazah Sehingga Dikebumikan
666. Abu Sa'id al-Maqburi mengatakan bahwa dia bertanya kepada Abu Hurairah r.a., lalu Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang menyaksikan (menghadiri/melayat) jenazah seseorang hingga menshalatinya, maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa yang melayatnya lalu menshalatinya sampai dikebumikan, maka ia mendapatkan dua qirath.' Kemudian ditanyakan kepada beliau, 'Berapakah besarnya dua qirath itu?' Beliau menjawab, 'Seperti dua gunung yang besar-besar.'"
Bab Ke-58: Shalatnya Anak Anak Bersama Orang Banyak terhadap Jenazah
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang tertera pada nomor 664 di muka.")
Bab Ke-59: Mengerjakan
Shalat Jenazah di Mushalla dan Masjid
Bab Ke-60: Dimakruhkan
Membuat Masjid di Atas Kuburan
Ketika al-Hasan bin
al-Hasan bin Ali meninggal dunia, istrinya membuat kubah di atas kuburnya
selama satu tahun, kemudian dibongkar. Lalu, mereka mendengar seseorang
berteriak, "Apakah mereka tidak menjumpai apa yang hilang itu?"
Kemudian ada orang lain yang menjawab, "Bahkan mereka sudah putus asa,
kemudian kembali."[46]
667. Aisyah r.a.
mengatakan bahwa dalam keadaan sakit yang membawa kepada kematian, Nabi saw bersabda,
"Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan
kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid." Aisyah berkata, "Seandainya
tidak karena sabda itu, niscaya mereka menampakkan kuburan beliau. Hanya saja
aku khawatir (dalam satu riwayat: beliau khawatir atau dikhawatirkan 2/106)
kuburan itu dijadikan masjid."
Bab Ke-61: Menshalati
Jenazah Wanita yang Meninggal karena Nifas
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Samurah
bin Jundub yang tercantum pada nomor 184 di muka.")
Bab Ke-62: Di Mana
Seseorang Berdiri Ketika Menshalati Jenazah Wanita dan Jenazah Lelaki
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Samurah
bin Jundub di muka.")
Bab Ke-63: Takbir
Shalat Jenazah Itu Empat Kali
Humaid berkata,
"Anas shalat (jenazah) mengimami kami, lalu ia bertakbir tiga kali,
kemudian salam. Maka, ditanyakanlah hal itu kepadanya. Lalu, ia menghadap
kiblat, kemudian bertakbir yang keempat, dan salam."[48]
Bab Ke-64: Membaca al-Faatihah
Ketika Shalat Jenazah
Al-Hasan berkata,
"Hendaklah orang yang menshalati jenazah anak kecil membaca al-Faatihah,
dan membaca, 'Ya Allah, jadikanlah ia sebagai pendahuluan (penjemput),
tabungan, dan pahala bagi kami.'"[49]
668. Thalhah bin
Abdullah bin Auf berkata, "Aku shalat di belakang Ibnu Abbas atas suatu
jenazah, lalu dia membaca al-Faatihah.[50] Dia berkata, 'Agar
mereka mengetahui bahwa itu adalah sunnah (jalan syara).'"
Bab Ke-65: Shalat Jenazah di Kuburan Sesudah Mayat Dikebumikan
Bab Ke-66: Mayat Dapat
Mendengar Suara Sandal Para Pengantarnya
669. Anas r.a.
mengatakan Nabi saw. bersabda, "(Sesungguhnya 2/102) manusia apabila
diletakkan di dalam kuburnya, setelah teman-temannya berpaling dan pergi
darinya[51] sehingga ia mendengar
ketukan bunyi sandal mereka, lalu datanglah dua orang malaikat. Kemudian mereka
mendudukkannya dan bertanya kepadanya, 'Apakah yang kamu katakan dahulu ketika
di dunia tentang orang ini, Muhammad?' Adapun orang yang beriman menjawab, 'Aku
bersaksi bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah.' Lalu dikatakan kepadanya,
'Lihatlah tempat dudukmu di neraka, Allah telah menggantikannya untukmu dengan
tempat duduk di surga.' Lalu ia melihat keduanya (surga dan neraka). (Qatadah
berkata, 'Dan diterangkan kepada kami bahwa orang itu dilapangkan di dalam
kuburnya.') Adapun orang kafir atau munafik maka ditanyakan kepadanya, 'Apa
yang engkau katakan mengenai Muhammad ini?' Ia menjawab, 'Aku tidak tahu. Aku
dulu mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang.' Maka, dikatakan
kepadanya, 'Kamu tidak tahu dan tidak mau membaca.' Kemudian ia dipukul dengan
palu dari besi di antara kedua telinganya. Lalu, ia berteriak sekeras-kerasnya
yang didengar oleh apa yang didekatnya selain jin dan manusia."
Bab Ke-67: Orang yang Ingin Dimakamkan di Bumi yang Disucikan (Mekah, Madinah, Baitul Maqdis) atau yang Semacamnya
670. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Malaikat pencabut nyawa diutus kepada Musa as.. Ketika malaikat itu sampai kepada Musa, maka Musa memukulnya dengan keras.[52] Lalu, malaikat itu kembali menghadap Tuhan dan berkata, 'Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menginginkan kematian.' Kemudian Allah mengembalikannya seraya berfirman, 'Kembalilah dan katakan kepadanya agar ia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan. Maka, baginya satu tahun pada setiap bulu yang tertutup oleh tangannya.' Musa bertanya, 'Wahai Tuhan, kemudian apa?' Allah berfirman, 'Kemudian meninggal dunia.' Musa berkata, 'Sekarang?' Lalu dia memohon kepada Allah ta'ala untuk mendekatkannya dari tanah suci sejauh sepelemparan batu. Seandainya aku (Rasulullah) di sana, niscaya aku tunjukkan kuburannya, di samping jalan pada (dan dalam satu riwayat: di bawah) onggokan pasir merah."
Bab Ke-68: Memakamkan Jenazah pada Malam Hari
Bab Ke-69: Mendirikan
Masjid di Atas Kubur
671. Aisyah r.a.
berkata, "Ketika Nabi sakit (yakni yang menyebabkan kematian beliau), ada
sebagian di antara istri beliau menyebut-nyebut perihal gereja yang pernah
mereka lihat di negeri Habasyah yang diberi nama gereja Mariyah. Ummu Salamah
dan Ummu Habibah pernah datang ke negeri Habasyah. Kemudian mereka menceritakan
keindahannya dan beberapa lukisan (patung) yang ada di gereja itu. Setelah
mendengar uraian itu, beliau mengangkat kepalanya, lalu bersabda,
"(Sesungguhnya 4/245) mereka itu, jika ada orang yang saleh di antara
mereka meninggal dunia, mereka mendirikan masjid (tempat ibadah) di atas
kuburnya. Lalu, mereka membuat berbagai lukisan dalam masjid itu. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada hari kiamat)."[54]
Bab Ke-70: Orang yang
Masuk ke Dalam Kubur Wanita
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang
tertera pada nomor 647.")
Bab Ke-71: Shalat atas
Orang yang Mati Syahid
672. Jabir bin
Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah mengumpulkan antara dua orang laki-laki
yang terbunuh dalam Perang Uhud dalam satu helai kain. Kemudian beliau
bersabda, 'Siapakah yang lebih banyak mengambil (hafal) Al-Qur'an?' Ketika
ditunjukkan kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya ke dalam liang
kubur (sebelum yang satunya. Jabir berkata, 'Maka, ayah dan paman dikafani
dengan selembar kain bergaris' 2/94) dan beliau bersabda, 'Aku akan menjadi
saksi bagi mereka pada hari kiamat nanti.' Beliau menyuruh untuk menguburkan
mereka dengan darah mereka tanpa dimandikan (Dan dalam satu riwayat,
kuburkanlah mereka dengan darah mereka.' Beliau tidak memandikan mereka) dan
tidak pula mereka dishalati."
673. Uqbah bin Amir mengatakan bahwa Nabi saw pada suatu hari keluar. Lalu, beliau menshalati orang-orang yang gugur pada Perang Uhud seperti shalat beliau atas mayat biasa (setelah delapan tahun, seperti orang yang sedang berpamitan kepada orang-orang yang hidup dan orang-orang yang sudah meninggal 5/29). Kemudian beliau pergi (dan dalam satu riwayat: naik) ke mimbar dan bersabda, "Sesungguhnya aku adalah orang yang terdepan di antaramu dan aku menjadi saksi atasmu, (dan yang dijanjikan untukmu adalah telaga). Demi Allah, sungguh aku melihat telagaku sekarang dari tempatku ini. Sungguh aku diberi kunci perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kamu akan menyekutukan Allah sesudahku nanti. Tetapi, aku mengkhawatirkan kemewahan duniawi atas kamu di mana kamu akan berlomba-lomba terhadapnya." Uqbah berkata, "Maka, itu adalah pemandangan terakhir yang melihat Rasulullah."
Bab Ke-72: Memakamkan Dua atau Tiga Orang dalam Satu Kubur
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Jabir yang tercantum pada nomor 672 di muka.")
Bab Ke-73: Orang yang
Berpendapat bahwa Orang yang Mati Syahid Tidak Usah Dimandikan
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits
Jabir di muka.")
Bab Ke-74: Orang Yang
Didahulukan Dimasukkan ke Liang Lahad
Lubang itu disebut
lahd 'liang landak', karena ia berada di suatu sisi. Setiap orang yang
menyimpang disebut mulhid. Kata "multahadan" berarti ma'dilan 'hal
menyimpang', dan kalau lurus disebut dharih 'kuburan'.
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir
tadi.")
Bab Ke-75: Rumput
Idzkhir dan Hasyisy dalam Kubur
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tersebut pada '28-JAZAAUL MUHSHAR / 9 - BAB'.")
Abu Hurairah r.a.
mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "(Rumput-rumput itu) untuk
kubur-kubur kita dan rumah-rumah kita."[55]
Mujahid berkata dari
Atha' dari Ibnu Abbas r.a., "(Rumput itu) untuk tukang besi dan rumah
mereka."[57]
Bab Ke-76: Apakah
Boleh Mayat Dikeluarkan dari Kuburan Atau Lahadnya karena Suatu Sebab?
674. Jabir bin
Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah mendatangi makam Abdullah bin Ubay
sesudah dimasukkan ke dalam lubangnya. Kemudian beliau menyuruh supaya diangkat
sebentar dari kuburnya, lalu dikeluarkanlah ia. Setelah itu beliau
meletakkannya di atas kedua lutut beliau dan meniupkan ludah beliau pada tubuh
Abdullah bin Ubay. Lalu Rasulullah mengenakan gamis beliau pada tubuh Abdullah
bin Ubay. Maka, Allahlah yang lebih mengetahui. Abdullah bin Ubay pernah
memberikan gamis kepada Abbas. Sufyan berkata, "Abu Hurairah[58] berkata, 'Rasulullah
memiliki dua buah gamis. Lalu, anak Abdullah bin Ubay berkata, 'Wahai
Rasulullah, kenakanlah gamismu yang menempel pada kulit engkau itu kepada
ayahku.'" Sufyan berkata, "Maka, orang-orang mengetahui bahwa Nabi
mengenakan gamisnya kepada Abdullah bin Ubay sebagai balasan terhadapnya yang
dahulu pernah memberikan gamis kepada Abbas."
675. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika Perang Uhud terjadi, aku dipanggil oleh ayahku pada waktu malam hari, kemudian dia berkata, 'Aku tidak melihat diriku melainkan akan terbunuh dalam peperangan ini, yaitu sebagai orang yang pertama-tama terbunuh di kalangan sahabat-sahabat Nabi. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dapat kutinggalkan sepeninggalku nanti yang lebih mulia untukmu selain dari Rasulullah. Karena aku mempunyai utang, maka lunasilah semua utangku dan berwasiatlah yang baik-baik kepada saudara-saudara wanitamu.' Pada keesokan harinya, ayahnya adalah orang yang pertama kali terbunuh. Kemudian ia dimakamkan bersama orang lain dalam satu kubur. Setelah agak lama berjalan, hatiku terasa tidak enak dan gelisah, karena ayahku dimakamkan menjadi satu kubur dengan orang lain. Maka, mayat ayahku aku keluarkan dari kuburnya sesudah dimakamkan selama enam bulan. Setelah kukeluarkan, ternyata keadaan ayahku seperti pada hari sewaktu kuletakkan di kubur dalam waktu sebentar saja, selain sedikit perubahan pada telinganya (kemudian kutaruh dalam suatu kubur tersendiri)."
Bab Ke-77: Liang Lahad dan Belahan Tanah dalam Kubur
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang
tercantum pada nomor 672 di muka.")
Bab Ke-78: Jika
Seorang Anak Masuk Islam Lalu Meninggal Dunia, Apakah Dishalati Jenazahnya?
Apakah kepada Anak Perlu Ditawarkan untuk Masuk Islam ?
Al-Hasan, Syuraih,
Ibrahim, dan Qatadah berkata, "Apabila salah satu dari keduanya (ayah dan
ibu), maka si anak mengikuti yang muslim."[59]
Ibnu Abbas r.a.
bersama ibunya dari kalangan orang-orang lemah (tertindas), dan tidak bersama
ayahnya mengikuti agama kaumnya.[60] Ia berkata,
"Islam itu tinggi dan tidak dapat diungguli."[61]
676. Anas r.a.
berkata, "Ada seorang Yahudi melayani Nabi, kemudian ia jatuh sakit. Maka,
Nabi datang menjenguknya, duduk di dekat kepalanya seraya bersabda kepadanya,
'Masuk Islamlah.' Lalu, ia melihat ayahnya yang ada di sisinya. Ayahnya berkata
kepadanya, 'Taatilah Abul Qasim saw.' Lalu ia masuk Islam, kemudian Nabi keluar
seraya mengucapkan, 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan ia dari
neraka.'"
677. Ibnu Abbas berkata, "Aku dan ibuku itu termasuk golongan yang lemah. Aku adalah dari golongan anak-anak dan ibuku dari golongan kaum wanita."
678. Ibnu Syihab berkata, "Setiap anak yang dilahirkan lalu meninggal dunia, maka harus dishalati, sekalipun ia belum tampak berperilaku lurus.[62]Karena anak itu sewaktu dilahirkan atas dasar fitrah Islam. Hal ini bisa terjadi karena kedua orang tuanya beragama Islam atau ayahnya saja, sekalipun ibunya tidak beragama Islam. Apabila si anak dilahirkan dalam keadaan bergerak-gerak dan bersuara (lalu meninggal dunia), maka ia harus dishalati. Jika tidak tampak gerakannya dan tidak terdengar suaranya, maka tidak perlu dishalati, karena anak itu termasuk gugur.
Sesungguhnya Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi bersabda, "Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan lengkap. Apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?" Kemudian Abu Hurairah membaca ayat, 'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa' 'Fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia menurut fitrah itu'."
679. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan lengkap, apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?" Kemudian Abu Hurairah membaca ayat, 'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa laa tabdiila likhalqillaahi dzaalikad-diinul qayyimu' 'Fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus'."
Bab Ke-79: Jika Orang Musyrik Mengucapkan, "Laa Ilaaha Illallaah", Ketika Akan Meninggal Dunia
680. Sa'id bin
Musayyib dari ayah berkata, "Ketika Abu Thalib hampir meninggal dunia,
Rasulullah berkunjung kepadanya. Disitu beliau berjumpa dengan Abu Jahal bin
Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulullah bersabda kepada
Abu Thalib, 'Wahai pamanku, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illallaah.' Suatu kalimat
yang dengannya aku bersaksi (dalam satu riwayat: berargumentasi 5/208) untukmu
di sisi Allah.' Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata, 'Wahai Abu Thalib,
apakah kamu benci terhadap agama Abdul Muthalib?' Rasulullah senantiasa
menawarkan kalimat itu kepada Abu Thalib, namun kedua orang itu mengulangi
kata-katanya itu. Sehingga, Abu Thalib mengucapkan kalimat yang terakhir bahwa
ia tetap mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha
illallaah. Lalu Rasulullah bersabda, 'Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan
untukmu, selama aku tidak dilarang.' Maka, Allah Ta'ala menurunkan ayat 112
surah at-Taubah, 'maa kaana linnabiyyi wal-ladziina aamanuu an yastaghfiruu
lil-musyrikiina walau kaanuu ulii qurbaa min ba'di maa tabayyana lahum annamun
ashhaabul jahiim' 'Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.' Allah menurunkan ayat
itu mengenai Abu Thalib, seraya berfirman kepada Rasul-Nya, 'innaka laa tahdii
man ahbabta walaakinnallaaha yahdii man yasyaa' 'Sesungguhnya engkau tidak akan
dapat memberikan petunjuk (hidayah/taufik untuk menjadikan hati mau menerima
ajaran) kepada orang yang engkau cintai. Tetapi, Allahlah yang memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki Nya'."(6/18)."
Bab Ke-80: Meletakkan Pelepah di Atas Kubur
Ibnu Umar r.a. melihat
tenda di atas kubur Abdur Rahman, lalu ia berkata, "Buanglah dia wahai
anak muda, karena sesungguhnya dia akan dinaungi oleh amalnya."[64]
Kharijah bin Zaid
berkata, "Kami, anak-anak muda pada zaman Utsman bin Affan memiliki rasa
percaya diri yang besar. Orang yang paling hebat di antara kami ialah yang
dapat melompati kubur Utsman bin Mazh'un sehingga dapat melintasinya."[65]
Utsman bin Hakim
berkata, "Kharijah menggandeng tanganku, lalu mendudukkan aku di atas
kubur."[66] Ia memberitahukan
kepadaku dari pamannya, Zaid bin Tsabit, ia berkata, "Yang demikian itu
tidak disukai bagi orang yang mengada adakan demikian."
Bab Ke-81: Nasihat
Orang yang Menyampaikan Petuah di Kubur Sedang Kawan-kawannya Duduk di
Sekelilingnya
681. Ali r.a. berkata, "Kami berada pada suatu jenazah di tanah pekuburuan Gharqad. Kemudian Nabi datang kepada kami, lalu beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau. Beliau membawa tongkat panjang (dalam satu riwayat: ranting pohon 7/212) lalu memukul-mukulkannya (ke tanah 6/85) kemudian bersabda, 'Tidak ada seorang pun di antara kamu, tidak ada jiwa yang diciptakan, kecuali telah ditulis tempatnya di surga atau neraka, kecuali telah ditulis celaka atau bahagia.' Seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya kita berserah diri saja atas catatan kita dan meninggalkan amal? Karena barangsiapa di antara kita yang termasuk ahli kebahagiaan, maka ia akan mengerjakan amal ahli kebahagiaan. Sedangkan, orang yang termasuk ahli celaka, maka akan mengerjakan perbuatan orang-orang yang celaka?' Beliau bersabda, 'Jangan, (beramallah, karena masing-masing akan dimudahkan kepada sesuatu yang untuk itu ia diciptakan 6/86). Adapun yang ahli bahagia, mereka akan dimudahkan untuk melakukan amal ahli bahagia. Orang yang ahli celaka, maka akan dimudahkan kepada amalan orang yang celaka.' Kemudian beliau membaca ayat, 'fa ammaaa man a'thaa wattaqaa' 'Adapun yang mendermakan dan bertakwa'."
Bab Ke-82: Mengenai
Orang yang Bunuh Diri
Bab Ke-83: Tidak
Disukai Shalat atas Orang-Orang Munafik dan Beristighfar untuk Orang-orang
Musyrik
682. Umar ibnul
Khaththab r.a. berkata, "Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul[69] meninggal, Rasulullah
diminta datang untuk menshalati jenazahnya. Ketika Rasulullah berdiri untuk
shalat, aku melompat kepada beliau dan berkata, 'Wahai Rasulullah, mengapa
engkau shalat untuk anak si Ubay itu, padahal pada hari ini dan hari ini dia
mengatakan begini dan begitu?' Lalu aku sebutkan kepada beliau semua perkara
nya itu. Rasulullah tersenyum dan bersabda, 'Hai Umar, biarkanlah aku.' Setelah
berulang-ulang aku mengatakan, maka beliau bersabda, 'Sesungguhnya aku boleh
memilih, maka aku telah memilih. Sekiranya aku tahu, kalau aku mohonkan ampunan
baginya lebih dari tujuh kali, niscaya dia akan diampuni, tentu aku akan
menambahnya.'" Umar berkata, "Kemudian Rasulullah menshalati jenazah
Abdullah bin Ubay, lalu salam. Tetapi, tidak beberapa lama sesudah itu,
turunlah ayat 84 surah at-Taubah (Bara'ah), 'walaa tushalli 'alaa ahadin minhum
maata abadan walaa taqum 'alaa qabrihi innahum kafaruu billaahi warasuulihi
wamaatuu wahum faasiquun' 'janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah)
orang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di
kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka
mati dalam keadaan fasik.' Umar berkata, "Maka, aku merasa heran sesudah
turunnya ayat itu, mengapa aku begitu berani kepada Rasulullah pada hari itu.
Allah lebih mengetahui."
Bab Ke-84: Pujian atau Celaan Orang terhadap Mayat
683. Anas bin Malik
r.a. berkata, "Orang-orang melewati jenazah (di hadapan Nabi 3/148), lalu
mereka memujinya dengan kebaikan.[70] Lantas Nabi bersabda,
'Pasti.' Kemudian mereka melewati jenazah lain, tapi mereka mengucapkan
keburukan atasnya. Maka, beliau bersabda, 'Pastilah.' Kemudian Umar ibnul
Khaththab bertanya kepada beliau, 'Apakah yang pasti itu?' Beliau menjawab,
'Ini kamu puji dengan kebaikan, maka pastilah surga baginya. Sedangkan, ini
yang kamu katakan buruk atasnya, maka pastilah neraka baginya. Kalian adalah
saksi Allah di bumi.' (Dan dalam satu riwayat: kesaksian orang-orang yang
beriman)."
684. Abul Aswad berkata, "Aku datang di Madinah dan di situ sedang terjangkit penyakit yang mengenai orang banyak. Aku lalu duduk di dekat Umar ibnul Khaththab. Kemudian ada jenazah lewat, lalu jenazah itu dipuji. Umar berkata, "Pastilah." Kemudian Abul Aswad bertanya kepada Umar ibnul Khaththab, "Wahai Amirul Mu'minin, apa yang pasti?" Umar ibnul Khaththab berkata, "Aku mengatakan sebagaimana yang di katakan Nabi yang bersabda, 'Muslim mana pun yang disaksikan oleh empat orang bahwa dia baik, maka Allah memasukkannya ke surga.' Kami bertanya, 'Tiga orang?' Beliau menjawab, 'Ya, tiga orang.' Kami bertanya, 'Dua orang?' Beliau menjawab, 'Ya, dua orang.' Kemudian kami tidak menanyakan tentang seorang."
Bab Ke-85: Keterangan-keterangan yang Ada Hubungannya dengan Siksa Kubur
Firman Allah Ta'ala,
"Orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut,
sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluarkanlah
nyawamu!' Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan." (al-An'aam: 93)
"Nanti mereka
akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang
besar." (at-Taubah: 101)
"Fir'aun beserta
kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka ditampakkan neraka
pada pagi dan petang. Pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada malaikat,
'Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.'"
(al-Mu'min: 45-46)
685. Bara' bin Azib
r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Apabila seorang mukmin
didudukkan di dalam kuburnya, maka ia didatangi (malaikat). Ia bersaksi bahwa
tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maka, itulah
firman Allah, 'yutsabbitul-laahul-ladziina aamanuu bilqaulits-tsaabiti' 'Allah
meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh'." (Ayat
ini turun mengenai azab kubur).
Bab Ke-86: Mohon
Perlindungan dari Siksa Kubur
686. Abu Ayyub
berkata, "Nabi keluar, sedang matahari telah terbenam. Lalu, beliau
mendengar suara, dan beliau bersabda, 'Orang-orang Yahudi sedang disiksa dalam
kuburnya.'"
687. Musa bin Uqbah berkata, "Aku diberitahu oleh (Ummu Khalid 7/158) anak wanita Khalid bin Said bin Ash (Musa berkata, "Aku tidak mendengar seorang pun mendengar dari Nabi selain dia) bahwa putri Khalid itu mendengar Nabi memohon perlindungan dari siksa kubur."
688. Abu Hurairah
berkata, "Nabi selalu berdoa:
'Allaahumma
innii a'uudzubika min 'adzaabil qabri wamin 'adzaabinnaari wamin fitnatil
mahyaa wal mamaati wamin fitnatil masiihid dajjaali' 'Ya Allah, sesungguhnya
aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka, dari fitnah hidup dan
mati, dan dari fitnah al-Masih Dajjal'."
Bab Ke-87: Siksa Kubur karena Menggunjing dan Kencing
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas
yang tercantum pada nomor 131 di muka.")
Bab Ke-88:
Diperlihatkan kepada Mayat Tempat yang Akan Dimasukinya Nanti pada Waktu Pagi
dan Petang
689. Abdullah bin Umar
r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya salah seorang di
antaramu apabila sudah meninggal dunia, maka akan ditampakkan tempat duduknya
(tempat tinggalnya yang akan ditempati pada hari kiamat) pada waktu pagi dan
sore. Jika ia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan tempat duduknya
dari penghuni surga. Dan, jika termasuk calon penghuni neraka, maka ditampakkan
tempat duduknya dari penghuni neraka. Lalu dikatakan, 'Inilah tempat dudukmu
(tempat tinggalmu) sehingga Allah membangkitkan kamu pada hari kiamat.'"[71]
Bab Ke-89: Ucapan Mayat di Keranda Sebelum Dikubur
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatlm dengan isnadnya hadits Abu Sa'id
al-Khudri yang tercantum pada nomor 661.")
Bab Ke-90: Mengenai Anak-Anak Kaum Muslimin
Abu Hurairah r.a.
mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang ditinggal mati oleh
tiga orang anaknya yang belum mencapai waktu balig, maka anak itu menjadi
penghalang baginya dari neraka, atau dia akan masuk surga."[72]
690. Al-Bara' r.a.
berkata, "Ketika Ibrahim meninggal, Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya
Ibrahim mempunyai orang yang menyusuinya di surga.'"
Bab Ke-9 1: Mengenai Anak-Anak Kaum Musyrikin
691. Ibnu Abbas r.a.
berkata, "Rasulullah ditanya tentang anak-anak musyrik, lalu beliau
bersabda, 'Ketika Allah menciptakan mereka, Dia lebih mengetahui tentang apa
yang mereka kerjakan.'"
Bab Ke-92: Mati Pada Hari Senin
692. Aisyah r.a.
berkata, "Aku masuk ke rumah Abu Bakar,[73] lalu dia bertanya,
'Berapa helai engkau mengafani Nabi?' Aku menjawab, 'Tiga helai kain (Yaman
2/75) putih halus dari benang. Tidak termasuk baju dam sorban.' Abu Bakar
bertanya, 'Kapan beliau meninggal?' Aku menjawab, 'Hari Senin.' Abu Bakar
berkata, 'Aku berharap (mudah-mudahan) mulai sekarang sampai malam nanti (aku
meninggal dunia).' Dia melihat kepada kain yang telah dilumuri dengan za'faran
yang digunakan untuk merawatnya. Dia berkata, 'Cucilah kainku ini dan tambah
dua helai lagi untuk kafanku.' Aku berkata, 'Kain ini telah usang.' Ia
menjawab, 'Sesungguhnya orang yang hidup lebih berhak terhadap pakaian yang
baru daripada orang mati. Kain itu hanya untuk sementara.' Pada malam Selasa
dia wafat, dan dikebumikan sebelum subuh."
Bab Ke-93: Meninggal Dunia Dengan Mendadak
693. Aisyah r.a.
mengatakan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, "Sesungguhnya
ibuku telah meninggal dunia dengan mendadak. Aku menduga seandainya ia berkata,
niscaya ia bersedekah. Apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas
namanya?" Beliau bersabda, "Ya, (bersedekahlah untuknya 3/393)."
Bab Ke-94: Mengenai
Kubur Nabi, Abu Bakar, dan Umar
694. Sufyan an Tammar
mengatakan bahwa ia melihat kuburan Nabi saw. agak ditinggikan sedikit.
695. Urwah berkata,
"Ketika dinding kamar Aisyah roboh sehingga menutup kubur mereka (Nabi,
Abu Bakar, dan Umar) pada zaman pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik,
orang-orang mulai membangunkannya kembali. Tiba-tiba tampaklah oleh mereka
suatu jejak tapak kaki. Mereka terperanjat ketakutan dan mereka mengira yang
tampak itu adalah jejak kaki Nabi. Mereka tidak mendapatkan seorang pun yang
dapat menerangkan kaki siapa sebenarnya yang tampak itu. Sehingga, Urwah
berkata, 'Bukan, demi Allah, yang tampak itu bukan kaki Nabi. Itu tiada lain
kecuali kaki Umar."
696. Aisyah r.a. mengatakan bahwa ia memberikan wasiat kepada Abdullah ibnuz Zubair, "Janganlah kamu memakamkan aku bersama beliau-beliau (yakni Nabi, Abu Bakar, dan Umar). Tetapi, makamkanlah aku bersama sahabat-sahabat wanitaku (yakni para istri Nabi ) di Baqi'. Aku sama sekali tidak ingin dianggap sebagai orang suci karena dimakamkan bersama dengan beliau-beliau itu."
Bab Ke-95: Larangan
Mencaci Maki Orang-orang yang Telah Meninggal Dunia
697. Aisyah r.a.
mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu mencaci maki orang-orang
yang telah meninggal dunia. Karena, sesungguhnya mereka telah sampai pada apa
yang mereka dahulukan (amalkan, baik atau buruk)."
Bab Ke-96: Menyebut-nyebut Kejelekan Orang yang Telah Meninggal Dunia
(Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ibnu Abbas yang tersebut pada '65 AT-TAFSIR/ASYSYUARA'/1-BAB'.")
Catatan Kaki:
[1] Di-maushul-kan oleh
penyusun dalam at-Tarikh (1/1/95) dan Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (4/66) dari
jalan Muhammad bin Said bin Rummanah, ia berkata: "Ayahku memberitahukan
kepadaku, katanya ditanyakan kepada Wahab." Muhammad bin Sa'id ini ditengarai
sebagai 'mahjul hal' 'tidak dikenal jati dirinya'. Abdul Malik bin Muhammad
adz-Dzimari meriwayatkan atsar ini darinya, juga diriwayatkan oleh Qudamah bin
Musa darinya, sebagaimana disebutkan dalam 'al-Jarh (3/2/264). Akan tetapi
ayahnya, Said bin Rummanah, tidak aku dapati biografinya.
[2] Hadits ini diriwayatkan secara marfu dari Jabir r.a. yang diriwayatkan oleh Muslim (1/65-66), Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid halaman 233-234, dan Ahmad (3/325, 345, 347, 391, dan 391-392) dari beberapa jalan dari Jabir.
[3] Yakni dari sisi Nabi, sesudah Abu Bakar mencium beliau yang sudah wafat. Lihat cerita ini secara lengkap pada "62-AL-FADHAIL / 5-BAB".
[4] Ibnu Abi Syaibah
menambahkan, demikian pula penyusun (Imam Bukhari) dalam at-Tarikh dengan
tambahan: "di langit", sebagaimana dalam Ijtima'ul Juyusy (hlm. 39),
dan sanadnya sahih dari Ibnu Umar.
[5] Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Salamah dari Ibnu Abbas. Dalam kitab sebelumnya juga diriwayatkan dari Abu Salamah dari Aisyah dengan lafal yang hampir sama dengan ini. Karena Imam Bukhari telah memuatnya dalam Fadhlu Abi Bakar dengan lebih lengkap daripada yang dikemukakan di sini, maka aku sengaja tidak menyebutkannya di sini. Silakan periksa di sana "62-AL-FADHAIL / 5-BAB".
[6] Tambahan ini
diriwayatkan di sini secara mu'allaq, dan di-maushul-kan pada akhir bab
"Syahadat" (3/164) dan "at-Ta'bir" (7/74), dan insya Allah
akan disebutkan pada "25-ASY-SYAHADAT".
[7] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada "8-ASH-SHALAH / 12-BAB" di muka.
[8] Tambahan ini diriwayatkan oleh penyusun secara mu'allaq pada Syarik dengan sanadnya dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dan di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah. Syarik ini dhaif, tetapi didukung oleh riwayat Syubah yang diriwayatkan oleh Muslim (8/39) dari Abu Hurairah, dan di-maushul-kan oleh Ahmad (2/276, 473, 510, dan 536) dad beberapa jalan darinya, salah satunya menurut syarat Syaikhaini. Ini adalah jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari) yang maushul.
[9] Di-maushul-kan oleh Malik dalam al Muwaththa' dan oleh Abdur Razzaq (6116) dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (3/275) secara ringkas.
[10] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan isnad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf, dan diriwayatkan juga olehnya darinya secara marfu.
[11] Di-maushul-kan oleh
Ibnu Abi Syaibah (3/267-268) dengan sanad sahih darinya dengan lafal,
"Niscaya aku tidak akan memandikannya."
[13] Di-maushul-kan oleh
Sa'id bin Manshur dari jalan Ayyub dari Ibnu Sirin, dan oleh Ibnu Abi Syaibah
(3/325) dari jalan lain dari Ibnu Sirin yang semakna dengan itu, dan sanadnya
sahih.
[14] Perkataan Atha'
di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abdur Razzaq (6222) dengan sanad sahih.
Perkataan Zuhri dan Qatadah dimaushulkan oleh Abdur Razzaq (6221) dengan sanad
sahih.
[16] Dia adalah Ibrahim bin
Yazid an-Nakha'i, dan riwayat ini di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abdur
Razzaq (6224) dengan sanad sahih.
[17] Di-maushul-kan oleh Abdur
Razzaq (6224) dan Sufyan ini adalah ats-Tsauri, dan kelengkapan nama ini aku
ambil dari Fathul Bari.
[18] Ini adalah bagian dari
hadits mu'allaq sebagaimana yang disebutkan pada
"11-AL-JUM'AH/11-BAB", dan telah kami jelaskan ke-maushul-annya di
sana.
[21] Arti yang tepat bagi
kata "yuqaarifu"di sini adalah mencampuri (menyetubuhi), berdasarkan
tambahan dalam riwayat Ahmad dan lainnya yang berbunyi, "'Al-lailata
ahlahu' 'istrinya tadi malam'." Lafal ini tidak boleh ditakwilkan lain,
seperti takwil yang dikemukakan Fulaih perawi hadits ini pada akhir hadits.
Silakan baca bukuku Kitabul Janaiz (hlm.148-149).
[22] Ini adalah sebutan bagi Khalid bin Walid r.a.. Perkataan ini diucapkan Umar ketika datang berita kematian Khalid dan para wanita berkumpul menangisinya.
[24] Imam Muslim menambahkan dalam satu riwayat: "pada hari kiamat", dan ini tidak bertentangan dengan tambahan di muka: "di dalam kuburnya". Karena, antara keduanya dapat dikompromikan, yaitu dia disiksa di dalam kuburnya dan pada hari kiamat. Tambahan Muslim ini menolak penafsiran "azab" (siksa) dengan penderitaan sebagaimana pendapat sebagian imam. Silakan periksa buku Kitabul Janaiz.
[25] Tambahan ini
menjadikan al-Hafizh kesulitan, sehingga ia tidak menyebutkannya. Bahkan,
karena ia tidak menyebutkannya ketika mensyarah hadits ini, maka ia berpendapat
bahwa perkataan, "Rasulullah bersedih atas kematiannya di Mekah",
sebagai mudraj 'sisipan' dalam hadits, dari perkataan az-Zuhri. Padahal,
sebenarnya tidak demikian. Tetapi, perkataan ini termasuk bagian dari hadits
itu sebagaimana ditunjuki oleh konteks. Tambahan ini dikuatkan dalam
ash-shahih, dan ini dengan kenyataan dalil-dalilnya yang banyak justru
menunjukkan halusnya "orang yang akan meninggal" ini dan banyaknya
faedahnya. Maka, segala puji kepunyaan Allah atas taufik-Nya, dan aku memohon
tambahan karunia-Nya. Sa'ad dalam tambahan ini adalah Ibnu Abi Waqqash yang
meriwayatkan hadits ini.
[26] Hadits ini diiiwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, tetapi di-mausuhul-kan oleh Muslim dan Abu Ya'la.
[27] Diriwayatkan dengan maushul oleh penyusun dalam hadits berikutnya dengan lafal yang mirip dengannya, dan di-maushul-kan oleh Muslim dari Anas dengan lafal ini.
[28] Imam Tirmidzi menulis
suatu bab dengan judul Bab 'Fir-Rukhshah fi Tarkil-Qiyam lahaa' 'Bab Perkenan
untuk Tidak Berdiri Menghormati Jenazah'. Dalam hal ini beliau meriwayatkan
hadits Ali yang berkata, "Dulu Rasulullah berdiri apabila melihat jenazah.
Tetapi, kemudian beliau tidak berdiri lagi ketika melihat jenazah."
Berdasarkan hadits Ali ini, Imam Ahmad berkata, "Kalau mau, silakan
berdiri atau silakan tidak berdiri." (Silakan baca Sunan Tirmidzi, Bab
Fir-Rukhshah fi Tarkil-Qiyam lahaa, hadits nomor 1049, juz 2, halaman 254
-Penj.)
[29] Riwayat ini dibawakan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, dan di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj.
[31] Sebagai perbandingan
dapat saja ia berkata, "Wahai celakanya aku!" Akan tetapi, dalam
hadits ini disandarkan kepada orang ketiga untuk menunjukkan kandungan
maknanya, seakan-akan ketika melihat dirinya tidak baik. Maka, yang
bersangkutan lari darinya dan menjadikannya seolah-olah jenazah itu bukan
dirinya.
[32] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, dan di-maushul-kan oleh Abu Bakar asy-Syafi'i di dalam ar-Ruba'iyyat dengan sanad sahih dari Anas, dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah dan lainnya.
[33] Menunjuk kepada hadits Mughirah yang marfu, "Orang yang berkendaraan berjalan di belakang jenazah. Orang yang berjalan kaki terserah kemauannya, di belakangnya atau di depannya, di sebelah kanannya atau di sebelah kirinya, yang dekat dengannya." Diriwayatkan oleh Ashhabus Sunan dan disahkan oleh semua ulama hadits. Dan, hadits ini telah aku takhrij di dalam Ahkamul Janaiz (halaman 73).
[37] Ini adalah bagian dari hadits Jabir yang di-maushul-kan oleh penyusun pada bab yang lalu, hadits nomor 663.
[38] Di-maushul-kan oleh
Imam Malik dalam al-Muwaththa' dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, tetapi dari perkataannya.
[40] Di-maushul-kan oleh
penyusun (Imam Bukhari) dalam Juz-u Raf'il Yadain dan Baihaqi dengan sanad
sahih. Sedangkan, riwayat mengangkat kedua tangan secara marfu (dari Nabi)
adalah 'syadz' 'dhaif'.
[41] Aku tidak menjumpai yang maushul melainkan kalimat ketiga, dan kalimat ketiga ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih dari al-Hasan, dan dia adalah al-Bashri.
[42] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak mendapati riwayat yang maushul darinya. Akan tetapi, mendapati yang semakna dengannya dengan isnad yang kuat dari Uqbah bin Amir ash-Shahabi, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf."
[47] Hilal ini adalah al-Wazzan perawi hadits ini dari Urwah. Dengan ini Imam Bukhari berargumentasi bahwa Hilal pernah bertemu Urwah.
[48] Al-Hafizh berkata,
"Aku tidak melihatnya sebagai riwayat yang maushul dari Humaid. Akan
tetapi, atsar ini diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar dari Qatadah, darinya."
Isnadnya sahih.
[49] Di-maushul-kan oleh Abdul Wahab bin Atha' di dalam Kitabul Janaiz dengan isnad yang sahih.
[50] Ditambahkan dalam suatu riwayat: "dan surah". Riwayat ini adalah sah dari Ibnu Abbas melalui beberapa jalan, sebagaimana sudah aku tahqiq dalam kitab Shifatush Shalah cetakan ke-5, hlm. 4-7.
[51] Perkataan "tawallaa wa dzahaba 'anhu ashkaabuhu'" adalah termasuk bab Tanazu'ul 'Amilaini, perebutan dua amil (unsur), yaitu "anhu" diperebutkan oleh "tawallaa" dan"dzahaba". Yakni, asalnya "tawallaa 'anhu" dan "dzahaba 'anhu", tetapi kemudian disebutkan sekali saja.
[52] Dalam riwayat Ahmad dari jalan lain dari Abu Hurairah secara marfu dengan lafal, "Adalah malaikat maut datang kepada manusia dengan terang-terangan, lalu dia datang kepada Musa. Kemudian Musa mencukil kedua matanya." Sanadnya sahih, dan al-Hafizh adz-Dzahabi menisbatkan hadits ini di dalam al-Ulwu (hlm. 16-17, Manar) kepada Muttafaq'alaihi, dan ini adalah kekeliruan yang telah aku ingatkan mengenai hal ini di dalam bukuku Mukhtasharal Ulwi, hadits nomor 13. Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan untuk menerbitkannya.
[54] Dalam bab ini terdapat
hadits lain dari Aisyah yang baru saja disebutkan di muka pada nomor 667.
[55] Ini adalah bagian dari
hadits yang panjang yang diriwayatkan secara maushul pada AL-'ILM nomor 76.
[56] Diriwayatkan dengan isnad yang mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), dan diriwayatkan secara maushul oleh Ibnu Majah dengan isnad hasan. Riwayat ini menunjukkan bahwa Shafiyah binti Syaibah mendengar dari Nabi. Akan tetapi, hal ini disangkal oleh Daruquthni, namun yang lebih kuat ialah yang menetapkan adanya pendengar Shafiyah dari Nabi ini mengenai hadits ini. Terdapat hadits lain yang menerangkan bahwa Shafiyah melihat Nabi pada tahun pembebasan kota Mekah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dengan isnad hasan juga.
[57] Di-maushul-kan oleh
penyusun pada "28-JAZAAUL MUHSHAR/9-BAB". Hadits ini dihukumi marfu
(marfu; hukman) sebagaimana tampak dari konteksnya di sana.
[58] Demikianlah yang tersebut dalam sebagian riwayat kitab ini, dan ini adalah perubahan tulisan, yang benar adalah "Abu Harun" yang namanya menurut keterangan yang akurat adalah Isa bin Abu Musa, salah seorang tabi'ut tabi'in. Dengan demikian, haditsnya mu'dhal. Demikian keterangan al-Fath.
[59] Atsar al-Hasan dan Syuraih diriwayatkan oleh Baihaqi dengan dua sanad yang sahih. Sedangkan, atsar Ibrahim dan Qatadah di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan dua sanad yang sahih pula.
[61] Ibnu Hazm
menyebutkannya dalam al Muhalla dari jalan Hammad bin Zaid dari Ayyub, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan secara marfu dari hadits Aidz bin Amr
al-Madani, diriwayatkan oleh ar-Ruyani dan lainnya dengan sanad hasan
sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh, dan telah aku takhrij dalam Irwa-ul
Ghalil (1255).
[63] Di-maushul-kan oleh
Ibnu Sa'ad dengan sanad sahih darinya, sebagaimana aku sebutkan di dalam
Ahkamul Janaiz (hlm. 203). Atsar ini sebagai penjelasan bahwa tidak terdapat
dalil untuk menaruh pelepah di atas kubur. Silakan periksa, karena masalah ini
penting.
[66] Atsar ini bertentangan dengan sabda Nabi, "'Laa tajlisuu 'alal-qubuur' 'Janganlah kamu duduk di atas kubur'." Diriwayatkan oleh Muslim. Tampaknya hadits ini tidak sampai kepada Kharijah dan Ibnu Umar. Lihatlah masalah ini dengan dalil-dalilnya di dalam buku Ahkamul Janaiz (hlm. 209-210).
[67] Di-maushul-kan oleh Thahawi. Atsar ini dan yang sebelumnya bertentangan dengan hadits-hadits yang dengan jelas melarangnya. Silakan baca buku Ahkamul Janaiz halaman 208-209.
[68] Menunjuk kepada hadits Ibnu Umar yang telah disebutkan secara maushul pada nomor 642 di muka.
[69] Abdullah bin Ubay bin Salul di sini menggunakan huruf alif (Ibnu) untuk Ibnu Salul, sebagai sifat bagi Abdullah, karena Salul itu adalah ibunya.
[70] Perkataan "atsnaa" bisa digunakan untuk memuji kebaikan dan bisa digunakan untuk mencela kejelekan. Lihat kamus al-Mishbahul Munir.
[71] Dan lafal Muslim berbunyi, "Inilah tempat dudukmu (tempat tinggalmu) yang kamu akan dibangkitkan untuk menempatinya pada hari kiamat "
[72] Al-Hafizh berkata,
"Aku tidak mendapatinya maushul dari hadits Abu Hurairah dari jalan
ini." Kemudian al-Hafizh membawakan hadits yang mirip dengannya sebagai
riwayat Muslim dan lainnya. Yang paling dekat kepadanya ialah yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad (2/510) darinya secara marfu dengan lafal, "Tidak ada
orang muslim yang kematian anak tiga orang yang belum dewasa, melainkan Allah
akan memasukkan mereka dan dia ke dalam surga berkat rahmat-Nya."
[73] Ayahnya sendiri, ketika sakit yang membawa kematiannya. Abu Nu'aim menambahkan dalam al-Mustakhraj dari jalan ini, "Lalu aku melihat tanda kematian padanya, maka aku berkata, 'Haij haij'. Barangsiapa yang air matanya selalu membuatnya puas, maka pada suatu kali ia akan dipancarkan." Kemudian Abu Bakar berkata, "Janganlah engkau berkata begitu, tetapi katakan, 'Telah datang sakaratul-maut dengan benar.'" Lalu Abu Bakar bertanya, "Hari apakah?" Tambahan ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad sendirian, dan perkataan Aisyah, "Haij", adalah bunyi tangisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar