Kitab Tahajud
Bab Ke-1: Shalat Tahajud di
Waktu Malam dan Firman Allah, "Dan pada sebagian malam hari shalat
tahajudlah kamu sebagai suatu tambahan ibadah bagimu."
582. Ibnu Abbas berkata, "Apabila Rasulullah bangun pada malam hari, beliau selalu bertahajud. Beliau berdoa:

'Allaahumma lakalhamdu anta qayyimus (dan
dalam riwayat mu'allaq:[1]Qayyamu 8/184) samawaati wal ardhi wa man fiihinna, walakal
hamdu, laka mulku (dan dalam satu riwayat: Anta rabbus) samaawaati wal ardhi wa
man fiihinna, walakal hamdu, anta nuurus samaawaati wal ardhi wa man fiihinna,
wa lakal hamdu, anta malikus samaawaati wal ardhi, wa lakal hamdu, antal haqqu,
wawa'dukal haqqu, waliqaa uka haqqun, waqauluka haqqun, wal jannatu haqqun, wan
naaru haqqun, wannabbiyuuna haqqun, wa muhammadun sallaahu 'alaihi wa sallama
haqqun, wassa'atu haqqun. Allaahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa'alaika
tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wabika khaashamtu, wa ilaika haakamtu, faghfir
lii maa qaddamtu wamaa akhrartu, wamaa asrartu wamaa a'lantu, [wamaa anta
a'lamu bihii minnii], antal muqaddimu wa antal muakhkhiru, (anta ilaahii 8/
198), laa ilaaha illaa anta, au laa ilaaha (lii 8/167) ghairuka.'
'Ya Allah, bagi Mu segala puji, Engkau
penegak langit, bumi dan apa yang ada padanya. Bagi-Mulah segala puji,
kepunyaan Engkaulah kerajaan (dalam satu riwayat: Engkaulah Tuhan) langit,
bumi, dan apa yang ada padanya. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah Pemberi
cahaya langit dan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya. Bagi-Mulah segala
puji, Engkaulah Penguasa langit dan bumi. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah
Yang Maha Benar, janji-Mu itu benar, bertemu dengan-Mu adalah benar, firman-Mu
adalah benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar, kiamat itu benar. Ya Allah, hanya
kepada-Mulah saya berserah diri, kepada-Mulah saya beriman, kepada-Mu saya
bertawakal. Kepada-Mu saya kembali, kepada-Mu saya mengadu, dan kepada-Mu saya
berhukum. Maka, ampunilah dosaku yang telah lampau dan yang kemudian, yang saya
sembunyikan dan yang terang-terangan, dan yang lebih Engkau ketahui daripada
saya. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang mengemudiankan. (Engkaulah
Tuhanku 8/198), tidak ada tuhan melainkan Engkau, atau tiada tuhan (bagiku
8/167) selain Engkau'."
Mujahid[2] berkata, "Al-Qayyuum artinya yang mengurusi segala sesuatu." Umar[3] membaca "Al-Qayyaam", dan keduanya adalah benar.
Bab Ke-2: Keutamaan Melakukan Shalat Malam
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada '91
-AT-TA'BIR /25 - BAB'.")
Bab Ke-3: Panjangnya Sujud
dalam Melakukan Shalat Malam
583. Aisyah berkata, "Rasulullah
shalat (malam) sebelas (dan dalam satu riwayat: tiga belas 2/52) rakaat. Memang
begitulah shalat beliau. Beliau sujud dalam shalat nya itu untuk satu kali
sujud selama seseorang dari kamu membaca kira-kira lima puluh ayat sebelum
beliau mengangkat kepalanya. Beliau biasa melakukan shalat (sesudah mendengar
azan subuh) dua rakaat yang ringan dan (sebelum shalat subuh) sehingga aku
bertanya-tanya, 'Apakah beliau membaca al-Faatihah?' (2/53). Kemudian beliau
berbaring di lambungnya yang kanan, hingga datang orang memberitahukannya untuk
shalat (subuh)."
Bab Ke-4: Meninggalkan
Shalatullail untuk Orang Sakit
584. Jundub berkata, "Nabi sakit, maka
beliau tidak mendirikan shalat satu malam atau dua malam."
585. Jundub bin Abdullah berkata, "Jibril tidak mendatangi Nabi, kemudian ada seorang wanita dari kaum Quraisy berkata, 'Setannya Muhammad terlambat datang kepada Muhammad (yakni agak lama tidak datang kepada beliau).' Kemudian turunlah ayat, 'Wadhdhuhaa wal-laili idzaa sajaa. Maa wadda'aka Rabbuka wamaa qalaa.'"
Bab Ke-5: Anjuran Nabi dengan
Sangat untuk Mengerjakan Shalatullail dan Shalat-Shalat Sunnah lain, Tetapi
Tidak Mewajibkannya
Nabi saw. mengetuk pintu Fatimah dan Ali
pada suatu malam untuk shalat.[4]
586. Aisyah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah meninggalkan amal padahal beliau senang untuk mengamalkannya, karena takut manusia mengamalkannya lalu difardhukan atas mereka. Saya tidak (pernah melihat Rasulullah 2/54) melakukan shalat sunnah seperti shalat sunnah dhuha, dan sesungguhnya saya mengerjakannya."[5]
586. Aisyah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah meninggalkan amal padahal beliau senang untuk mengamalkannya, karena takut manusia mengamalkannya lalu difardhukan atas mereka. Saya tidak (pernah melihat Rasulullah 2/54) melakukan shalat sunnah seperti shalat sunnah dhuha, dan sesungguhnya saya mengerjakannya."[5]
Bab Ke-6: Berdirinya Nabi dalam
Shalat Malam Sehingga Kedua Kakinya Bengkak
587. Mughirah bin Syu'bah berkata,
"Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki
atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah
mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat
seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi
hamba yang bersyukur?'"
Bab Ke-7: Orang yang Tidur di
Waktu Sahar (Dini Hari Menjelang Subuh)
588. Masruq berkata, "Aku bertanya
kepada Aisyah, 'Apakah amal yang paling disukai Nabi?' Ia menjawab, 'Amal yang
dilakukan secara terus-menerus.' (Dalam satu riwayat: 'Amal yang paling disukai
Rasulullah ialah yang dilakukan oleh pelakunya secara konstan/ajeg.' 7/181).
Lalu aku bertanya lagi, 'Kapan beliau bangun?' Aisyah menjawab, 'Apabila telah
mendengar kokok ayam.'" (Dalam satu riwayat: 'Apabila mendengar kokok
ayam, beliau bangun lalu mengerjakan shalat)
589. Aisyah berkata, "Pada waktu sahar (dini hari menjelang subuh) aku tidak menjumpai beliau (Nabi) di tempatku kecuali dalam keadaan tidur."
Bab Ke-8: Orang yang Bangun pada Waktu Sahar Tetapi Tidak Tidur Sehingga Mengerjakan Shalat Subuh
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas bin Malik yang tercantum pada
nomor 322.")
Bab Ke-9: Lamanya Berdiri dalam
Shalatullail
590. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata,
"Aku shalat bersama Nabi pada suatu malam, maka beliau senantiasa berdiri
sehingga aku bermaksud dengan buruk." Ditanyakan (kepada Abdullah),
"Apakah yang Anda maksudkan?" Ia menjawab, "Aku bermaksud duduk
dan membiarkan Nabi."
Bab Ke-10: Cara Shalat Nabi dan Berapa Rakaat Shalat Beliau pada Waktu Malam
591. Masruq berkata, "Aku bertanya
kepada Aisyah tentang shalat malam Rasulullah.' Aisyah menjawab, 'Adakalanya
tujuh, sembilan, dan ada kalanya sebelas rakaat, selain dua rakaat
fajar.'"
592. Aisyah berkata, "Nabi biasa
melakukan shalat malam tiga belas rakaat, termasuk witir dan shalat fajar dua
rakaat."
Bab Ke-11: Shalat Malam Nabi, Tidurnya, serta Mengenai Apa yang Dihapuskan dari Shalat Malam Itu, dan Firman Allah, "Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada waktu siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)." (al-Muzzammil: 1-7)
Firman Allah, 'Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu, bacalaah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. Maka, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan paling besar pahalanya." (al-Muzzammil: 20)
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nasya'a berarti berdiri, menggunakan bahasa Habasyah.[7] Witha'an berarti merasa cocok dengan Al-Qur'an, lebih mengesankan pada pendengaran, pandangan, dan hati.[8] Dan, liyuwaathi'uu berarti mendapat kecocokan."[9]
593. Anas berkata, "Rasulullah tidak berpuasa dalam satu bulan sehingga aku menduga beliau tidak puasa pada bulan itu. Beliau berpuasa dalam bulan lain sehingga aku menduga bahwa beliau tidak berbuka sedikit pun darinya. Jika kamu ingin melihatnya shalat tengah malam, kamu akan dapat melihatnya. Dan, jika kamu ingin melihatnya tidur, kamu juga bisa melihatnya."
Bab Ke-12: Ikatan Setan pada Tengkuk (Leher) Jika Seseorang Tidak Shalat Malam
594. Abu Hurairah mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, "Setan mengikat tengkuk salah seorang di antara kamu
pada waktu tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan dikatakan, 'Bagimu
malam yang panjang, maka tidurlah.' Apabila ia bangun dan ingat kepada Allah,
maka lepaslah satu ikatan. Jika ia berwudhu, maka terlepaslah satu ikatan
(lagi). Dan, jika ia mengerjakan shalat, maka terlepaslah seluruh ikatannya. Ia
memasuki pagi hari dengan tangkas dan segar jiwanya. Jika tidak, maka ia masuk
pagi dengan jiwa yang buruk dan malas."
Bab Ke-13: Jika Seseorang Tidur dan Tidak Shalat Malam, Maka Setan Telah Kencing di Telinganya
595. Abdullah berkata, "Disebutkan di
sisi Nabi bahwa ada seorang laki-laki yang selalu tidur sampai pagi tanpa
mengerjakan shalat (malam). Lalu beliau bersabda, 'Setan telah kencing di
telinganya.'"
Bab Ke-14: Berdoa dan Shalat pada Akhir Malam
Allah berfirman, "Mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun
kepada Allah." (adz-Dzaariyaat: 17-18)
596. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, 'Tuhan kita Yang Mahasuci dan Mahatinggi turun ke langit dunia[10] setiap malam ketika tinggal sepertiga malam yang akhir dengan berfirman, 'Siapakah yang mau berdoa kepada-Ku lalu Aku kabulkan? Siapakah yang mau meminta kepada-Ku lalu Aku kabulkan? Siapa yang mau meminta ampun kepada-Ku lalu Aku ampuni?'"
Bab Ke-15: Orang yang Tidur di
Permulaan Malam dan Menghidupkan (Yakni Bangun untuk Shalatullail) pada Akhir
Malam Itu
Salman berkata kepada Abud Darda' r.a.,
"Tidurlah." Kemudian pada akhir malam, Salman berkata,
"Bangunlah." Nabi saw bersabda, "Salman benar."[11]
597. Al-Aswad berkata, "Aku bertanya
kepada Aisyah, 'Bagaimanakah shalat Rasulullah di malam hari?' Ia menjawab,
'Beliau tidur pada permulaan malam, dan bangun di akhir malam, lalu shalat.
Kemudian kembali ke tempat tidur beliau. Apabila muadzin mengumandangkan azan,
maka beliau melompat. Jika beliau mempunyai keperluan, maka beliau mandi. Jika
tidak, maka beliau berwudhu dan keluar.'"
Bab Ke-16: Berdirinya Nabi di Waktu Malam dalam Bulan Ramadhan dan Bulan Iainnya
598. Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan bahwa ia bertanya kepada Aisyah, "Bagaimanakah shalat Nabi di bulan Ramadhan?" Aisyah menjawab, "Rasulullah baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lain tidak pernah menambah atas sebelas rakaat, yaitu beliau shalat empat rakaat. Namun, jangan kamu tanyakan lagi tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat (lagi), dan jangan kamu tanyakan lagi tentang baik dan panjangnya. Lalu, beliau shalat tiga rakaat. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir?' Beliau menjawab, 'Wahai Aisyah, kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.'"
Bab Ke-17: Keutamaan Bersuci dan Shalat Sesudah Wudhu di Waktu Malam dan Siang
599. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa
Nabi pernah bersabda kepada Bilal pada waktu subuh,[12] "Hai Bilal, coba ceritakan kepadaku amal yang paling kamu
sukai dalam Islam. Karena aku mendengar bunyi terompahmu di hadapanku di
surga." Bilal berkata, 'Tidak ada amal yang paling kusukai melainkan
apabila aku selesai berwudhu pada waktu siang ataupun malam, melainkan aku
shalat dengan wudhu itu, seberapa dapat aku kerjakan."
Bab Ke-18: Tidak Disukai Memberatkan Diri Sendiri dalam Beribadah
600. Anas bin Malik r.a. berkata,
"Nabi masuk, tiba-tiba ada tali membentang antara dua tiang masjid. Beliau
bertanya, 'Tali apakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini adalah tali Zainab. Apabila
ia letih, maka ia bergantung (bersandar) padanya.' Lalu Nabi bersabda, 'Tidak,
lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang di antaramu shalat secara tangkas.
Apabila letih, maka duduklah.'"
Bab Ke-19: Makruh Meninggalkan
Shalat di Waktu Malam bagi Orang yang Sudah Biasa Mengerjakannya
601. Abdullah bin Amru ibnul Ash berkata,
"Rasulullah berkata kepadaku, 'Wahai Abdullah, janganlah kamu menjadi
seperti Fulan. Ia dahulu biasa mengerjakan shalat malam, lalu meninggalkan
shalat malam itu.'"
Bab Ke-20: Keutamaan Orang yang Bangun Malam Lantas Mengucapkan Istighfar, Tasbih, atau Lainnya, Kemudian Mengerjakan Shalatullail
602. Ubadah bin Shamit mengatakan bahwa
Nabi bersabda, "Barangsiapa yang bangun[13] di malam hari dan mengucapkan:

'Tiada tuhan melainkan Allah Yang Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan segala pujian, Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak
ada tuhan melainkan Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah', kemudian ia mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah aku',
atau ia berdoa, maka dikabulkanlah doanya. Jika ia berwudhu dan shalat, maka
diterima (shalatnya)."
603. Al-Haitsam bin Abu Sinan mengatakan bahwa ia mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan kisah-kisahnya.[14] Ia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya saudaramu tidak berkata jelek." Maksud beliau adaIah Abdullah bin Rawahah, ketika ia berkata, "Di sisi kami ada Rasulullah yang membaca kitab Allah. Ketika itulah kebaikan gemerlap memancar dari fajar. Beliau memperlihatkan petunjuk setelah kita buta. Dan hati kita percaya apa yang disabdakan bakal terjadi. Beliau bermalam dengan menjauhkan lambung dari hamparan di kala pembaringan-pembaringan merasa berat oleh orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."
603. Al-Haitsam bin Abu Sinan mengatakan bahwa ia mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan kisah-kisahnya.[14] Ia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya saudaramu tidak berkata jelek." Maksud beliau adaIah Abdullah bin Rawahah, ketika ia berkata, "Di sisi kami ada Rasulullah yang membaca kitab Allah. Ketika itulah kebaikan gemerlap memancar dari fajar. Beliau memperlihatkan petunjuk setelah kita buta. Dan hati kita percaya apa yang disabdakan bakal terjadi. Beliau bermalam dengan menjauhkan lambung dari hamparan di kala pembaringan-pembaringan merasa berat oleh orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."
Bab Ke-21: Mengekalkan Shalat Sunnah Dua Rakaat Sebelum Subuh
604. Aisyah r.a. berkata, "Nabi
melakukan shalat isya. Sesudah itu beliau shalat delapan rakaat. Kemudian
shalat dua rakaat sambil duduk. Lalu, beliau shalat lagi dua rakaat antara azan
dan iqamah. Beliau tidak pernah meninggalkan yang dua rakaat (antara azan dan
iqamah subuh) itu."
Bab Ke-22: Tidur Berbaring pada Sisi Badan Sebelah Kanan Sesudah Mengerjakan Dua Rakaat Fajar
Bab Ke-22: Tidur Berbaring pada Sisi Badan Sebelah Kanan Sesudah Mengerjakan Dua Rakaat Fajar
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada
nomor 528 dan 581 di muka.")
Bab Ke-23: Orang yang Bercakap-cakap Sesudah Mengerjakan Dua Rakaat Sunnah Fajar dan Tidak Berbaring
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tertera
pada nomor 581 tadi.")
Bab Ke-24: Keterangan Mengenai
Shalat Sunnah Dikerjakan Dua Rakaat Dua Rakaat
Hal itu diriwayatkan dari Abu Ammar, Abu
Dzar, Anas, Jabir bin Zaid, Ikrimah, dan az-Zuhri radhiyallahu 'anhum.[15]
Yahya bin Sa'id al-Anshari berkata,
"Aku tidak melihat fuqaha-fuqaha negeri kami melainkan mereka memberi
salam pada setiap dua rakaat dari shalat sunnah siang hari."
605. Jabir bin Abdullah berkata, "Rasulullah mengajarkan kepada kami untuk istikharah (minta dipilihkan Allah) dalam seluruh urusan sebagaimana beliau mengajarkan surah Al-Qur'an kepada kami. Beliau bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu sekalian bermaksud akan sesuatu, maka hendaklah ia shalat dua rakaat selain fardhu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan:

'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepada Mu dari anugerah Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa dan aku tidak berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Zat Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia sebutkan hal itu 8/168) baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akibat urusanku, (atau beliau bersabda: kesegeraan/keduniaan urusan aku dan keakhirannya/keakhiratannya) maka kuasakanlah bagiku, mudahkanlah bagiku, kemudian berkahilah bagiku padanya. Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia sebutkan hal itu) buruk bagiku dalam hal agama, kehidupan, dan kesudahan urusanku (atau beliau bersabda: kesegaraan/keduniaan urusan aku dan keakhirannya/keakhiratannya), maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya. Dapatkanlah bagiku kebaikan di mana saja ia berada, kemudian ridhailah aku dengannya.'Kemudian ia sebutkan keperluannya.'"
Abu Abdillah (Imam Bukhari) berkata, "Abu Hurairah berkata, 'Nabi berpesan kepadaku supaya melakukan shalat dhuha dua rakaat."[16]
Itban berkata, "Pada suatu hari
ketika, sudah agak siang, Rasulullah datang kepadaku bersama Abu Bakar. Lalu,
kami berbaris di belakang beliau, dan beliau shalat dua rakaat."[17]
Bab Ke-25: Bercakap-cakap
Setelah Mengerjakan Shalat Fajar Sebanyak Dua Rakaat
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum
pada nomor 581 di muka.")
Bab Ke-26: Kesungguhan Memperhatikan Dua Rakaat Sunnah Fajar dan Orang Yang Menamakannya Shalat Tathawwu'
606. Aisyah r.a. berkata, "Nabi tidak
memelihara shalat-shalat sunnah melebihi perhatiannya terhadap dua rakaat
fajar."
Bab Ke-27: Apa yang Dibaca
dalam Shalat Sunnah Dua Rakaat Fajar
Bab Ke-28: Mengerjakan Shalat
Sunnah Sesudah Shalat Wajib
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar dan Hafshah yang tercantum
pada nomor 501 dan 502 di muka.")
Bab Ke-29: Orang yang Tidak
Mengerjakan Shalat Sunnah Sesudah Mengerjakan Shalat Fardhu
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor
303 di muka.")
Bab Ke-30: Shalat Dhuha di dalam Bepergian
607. Muwarriq berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Apakah Anda shalat dhuha?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya lagi, 'Kalau Umar, bagaimana?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya lagi, 'Kalau Abu Bakar?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya, 'Nabi?' Ia menjawab, 'Aku kira tidak.'"[18]
Bab Ke-31: Orang yang Tidak Mengerjakan Shalat Dhuha dan Berpendapat bahwa Meninggalkannya Itu Mubah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum
pada nomor 586 di muka.")
Bab Ke-32: Mengerjakan Shalat Dhuha di Waktu Hadhar (di Waktu Sedang Tidak Bepergian)
608. Abu Hurairah berkata, "Kekasih
(baca: Rasulullah) aku berpesan kepadaku dengan tiga hal yang tidak aku
tinggalkan sampai mati. Yaitu, puasa tiga hari setiap bulan, shalat (dua
rakaat, 2/274) dhuha, dan tidur di atas witir (sebelum tidur shalat witir
dulu)."[20]
Bab Ke-33: Dua Rakaat Sebelum
Zhuhur
609. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw.
tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat sebelum
subuh.
Bab Ke-34: Shalat Sebelum Magrib
610. Abdullah al-Muzanni mengatakan bahwa
Nabi saw bersabda, "Shalat lah sebelum shalat magrib." Pada ketiga
kalinya beliau bersabda, "Bagi siapa yang mau."[21] Karena, beliau tidak senang orang-orang menjadikannya sebagai
kebiasaan yang tetap (sunnah).
611. Yazid bin Abu Habib berkata, "Aku
mendengar Martsad bin Abdullah al-Yazani berkata, 'Aku mendatangi 'Uqbah bin
'Amir al-Juhani, lalu aku bertanya, 'Tidak patutkah aku menunjukkan keherananku
kepadamu perihal Abu Tamim yang mengerjakan shalat dua rakaat sebelum shalat
magrib?' Uqbah lalu menjawab, 'Kami juga mengerjakan hal itu pada zaman hidup
Rasulullah.' Aku bertanya, 'Apa yang menghalang-halangi kamu untuk mengerjakan
shalat itu sekarang?' Ia menjawab, 'Kesibukan.'"
Bab Ke-35: Shalat Shalat Sunnah dengan Berjamaah
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Itban bin Malik yang tercantum pada
nomor 227 di muka.")
Bab Ke-36: Shalat Sunnah di Rumah
612. Ibnu Umar r.a. berkata,
"Rasulullah bersabda, 'Kerjakanlah beberapa di antara shalatmu di rumahmu,
dan jangan kamu jadikan rumahmu itu seperti kuburan (tidak kamu tempati shalat
sunnah).'"
Catatan Kaki:
[1] Di-maushul-kan oleh Malik,
Muslim, dan Ahmad (1/298 dan 308). Saya (al-Albani) berkata, 'Tambahan ini
adalah mu'allaq, dan ia tidak menurut syarat Ash-Shahih, karena diriwayatkan
dengan sanadnya dari Sufyan yang berkata, 'Abdul Karim Abu Umayyah menambahkan'
Lalu ia menyebutkannya. Di samping Abu Umayyah tidak menyebutkan isnadnya dalam
tambahan ini, sedangkan dia sendiri dhaif dan sudah terkenal kelemahannya di
kalangan para ahli hadits. Al-Hafizh berkata, 'Bukhari tidak bermaksud
mentakhrijnya. Oleh karena itu, para ahli hadits tidak menganggapnya sebagai
perawi Bukhari. Tambahan darinya hanya terjadi pada informasi, bukan
dimaksudkan untuk riwayatnya.'"
[3] Di-maushul-kan oleh Abu
Ubaid di dalam Fadhaa'ilul Qur'an dan Ibnu Abi Daud di dalam al-Mashaahif dari
beberapa jalan dari Umar.
[5] Demikianlah lafal ini di
sini (yakni "lausabbihuha"), demikian pula di tempat lain yang
diisyaratkan dalam matan ini. Akan tetapi, al-Hafizh mengatakan di dalam
mensyarah lafal ini, "Demikianlah di sini dari kata subhah. Telah
disebutkan di muka dalam bab Tahridh ala qiyaamil-lail dengan lafal, "Wa
innii la astahibbuhaa," dari kata istihbab 'menyukai', dan ini dari
riwayat Malik." Saya (al-Albani) berkata, "Anda lihat bahwa lafal ini
sesuai dengan lafal yang di sana. Tampaknya ini karena perbedaan para perawi
Ash-Shahih, juga terjadi pada perawi-perawi al Muwaththa' (1/168). Silakan
periksa."
[8] Juga di-maushul-kan oleh
Abd bin Humaid dari jalan Mujahid: "asyaddu wath'an" berarti cocok
dengan pendengaran, pandangan, dan hatimu.
[9] Al-Hafizh berkata,
"Kalimat ini merupakan penafsiran bebas, dan disebutkannya kalimat ini di
sini hanyalah untuk menguatkan penafsiran pertama. Riwayat ini di-maushul-kan
oleh ath-Thabari dari Ibnu Abbas tetapi dengan lafal, 'Kiyusyaabihuu.'"
[10] AI-Hafizh Ibnu Hajar
mengikuti jumhur ulama menakwilkan turunnya Allah ini dengan turunnya
perintah-Nya atau turunnya malaikat yang berseru seperti itu. Ia menguatkan
takwil ini dengan membawakan riwayat Nasa'i yang berbunyi, "Sesungguhnya
Allah memberi kesempatan hingga berlalu tengah malam. Kemudian memerintahkan
penyeru (malaikat) yang menyerukan, 'Adakah orang yang mau berdoa lalu
dikabulkan doanya?'" Al-Hafizh tidak memberi komentar apa-apa tentang
riwayat hadits ini, sehingga menimbulkan dugaan bahwa beliau mensahihkannya.
Padahal tidak demikian, karena hadits Nasa'i itu syadz 'ganjil' lagi mungkar,
karena lafal ini diriwayatkan sendirian oleh Hafsh bin Ghiyats tanpa ada perawi
lain yang meriwayatkannya dengan lafal itu dari Abu Hurairah. Padahal, hadits
ini diriwayatkan dari Abu Hurairah melalui tujuh jalan periwayatan dengan
isnad-isnad yang sahih dengan lafal seperti yang tercantum di dalam kitab ini,
yang secara tegas dan jelas mengatakan bahwa Allahlah yang berfirman,
"Adakah orang yang mau berdoa", dan bukan malaikat yang berkata
begitu. Dalam riwayat itu dari semua jalan periwayatannya secara tegas
disebutkan turunnya Allah yang tidak dikemukakan oleh Hafsh. Masalah turun dan
berfirmannya Allah itu juga disebutkan pada semua jalan hadits dari
sahabat-sahabat selain Abu Hurairah, hingga mencapai tingkat mutawatir. Aku
telah men-tahqiq kesimpulan ini di dalam al-Ahaditsudh Dha'ifah nomor 3898.
[11] Ini adalah bagian hadits
Abu Juhaifah yang di-maushul-kan penyusun pada "30 -ASH-SHAUM / 51 -
BAB".
[12] Al-Hafizh berkata,
"Ini mengisyaratkan bahwa hal itu terjadi di dalam mimpi. Karena, sudah
menjadi kebiasaan Nabi menceritakan mimpinya dengan mengungkapkan apa yang
beliau lihat pada sahabat-sahabat beliau-sebagaimana yang akan disebutkan pada
Kitab at Ta'bir-sesudah shalat subuh." Aku (Albani) katakan, "Yakni
hadits bab 48 pada '91-AT-TA'BIR'."
[14] Yakni nasihat-nasihatnya.
Tampaknya perkataan, "Sesungguhnya saudaramu" adalah perkataan Abu
Hurairah sendiri sebagaimana dijelaskan dalam al-Fath. Silakan periksa.
[15] Al-Hafizh berkata,
"Mengenai riwayat Ammar, seolah-olah Imam Bukhari mengisyaratkan kepada
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan Abdur Rahman
ibnul-Harits bin Hisyam dari Ammar bin Yasir bahwa dia masuk masjid, lalu
mengerjakan shalat dua rakaat yang singkat. Isnad riwayat ini hasan. Sedangkan
riwayat Abu Dzar, seolah-olah beliau mengisyaratkan apa yang diriwayatkan juga
oleh Ibnu Abi Syaibah dari Malik bin Aus dari Abu Dzar, bahwa dia masuk masjid.
Lalu datang ke suatu tiang, dan mengerjakan shalat dua rakaat di sebelahnya.
Dalam riwayat Anas, seakan Imam Bukhari mengisyaratkan kepada haditsnya yang
populer mengenai shalat Nabi dengan mereka di rumahnya dua rakaat. Hadits ini
sudah disebutkan dalam bab Shaf-Shaf, dan disebutkannya di sini secara ringkas.
Jabir bin Zaid (perawinya) adalah Abusy Sya'sya' al-Bashri, tetapi aku tidak
mendapatkan keterangan tentang dia. Adapun riwayat Ikrimah, ialah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Hurma bin Imarah, dari Abu Khaldah, dia
berkata, "Aku melihat Ikrimah masuk masjid, lalu mengerjakan shalat dua
rakaat." Sedangkan riwayat az-Zuhri, aku tidak menjumpai darinya riwayat
yang maushul mengenai masalah ini.
[16] Ini adalah bagian dari hadits yang akan diriwayatkan secara maushul dan lengkap di sini sebentar lagi (32 - BAB).
[17] Ini adalah bagian dari
hadits Itban di muka yang diriwayatkan secara maushul pada
"8-ASH-SHALAT/46-BAB".
[18] Bahkan, terdapat riwayat
dari Ibnu Umar yang menetapkan bahwa shalat dhuha itu bid'ah sebagaimana akan
disebutkan pada permulaan "26-KITABUL UMRAH". Semua itu menunjukkan
bahwa Ibnu Umar tidak mengetahui kesunnahan shalat dhuha ini, padahal mengenai
shalat ini terdapat riwayat yang sah dari Nabi, baik berupa perbuatan maupun
perkataan, sebagaimana akan Anda lihat pada bab berikut.
[19] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad (5/450) dengan sanad sahih darinya, dan oleh penyusun dengan riwayat yang semakna dengannya, dan sudah disebutkan pada "8-ASH-SHALAT / 46-BAB".
[20] Hadits ini memiliki beberapa jalan periwayatan pada Imam Ahmad sebagaimana diisyaratkan pada hadits mu'allaq nomor 162.
[21] Tampaklah bahwa beliau mengucapkan perkataan ini tiga kali, dan pada kali yang ketiga beliau berkata, "Bagi siapa yang mau."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar