Kitab Sujud Al-Qur'an
(Sujud Tilawah)
556. Abdullah bin
Mas'ud r.a. berkata, "(Surah Al-Qur'an yang pertama kali diturunkan yang
di dalamnya terdapat ayat sajdah ialah surah an-Najm, maka 6/52) Nabi membaca
surah an-Najm di Mekah, kemudian beliau sujud. Maka, sujud pula orang yang
bersama beliau dari kaum itu selain orangtua yang mengambil segenggam kerikil
atau debu lalu diangkat ke dahinya. Kemudian orangtua itu sujud di atasnya
seraya berkata, 'Ini cukup bagiku.' Maka, sungguh saya melihat sesudah itu ia
dibunuh dalam keadaan kafir (kepada Allah 4/239, dan ia adalah Umayyah bin
Khalaf)."
Bab Ke-1: Sujud dalam
Surah Tanzil as-Sajdah
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tersebut pada nomor 478 di muka.")
Bab Ke-2: Sujud dalam Surah Shaad
557. Ibnu Abbas
berkata, "Surah Shaad tidak termasuk surah yang mengharuskan sujud.
Tetapi, aku melihat Nabi sujud ketika membaca surah itu."
Bab Ke-3: Sujud dalam Surah an-Najm
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Ibnu
Mas'ud sebelumnya.")
Bab Ke-4: Sujudnya
Orang-Orang Islam Bersama Orang-Orang Musyrik, Padahal Orang Musyrik Itu Tidak
Berwudhu
558. Ibnu Abbas
mengatakan bahwa Nabi saw sujud tilawah pada surah an-Najm bersama orang-orang
muslim dan orang-orang musyrik, jin dan manusia.
Bab Ke-5: Orang yang Membaca Ayat Sajdah Dan Ia Tidak Melakukan Sujud (Tilawah)
559. Atha' bin Yasar
memberitahukan bahwa ia bertanya kepada Zaid bin Tsabit, lalu mengaku bahwa ia
membacakan kepada Nabi saw surah an-Najm, dan beliau tidak sujud pada surah
itu.
Bab Ke-6: Bersujud
dalam Surah "Idzas Samaa-un Syaqqat"
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu
Hurairah yang akan disebutkan pada bab terakhir di sini.")
Bab Ke-7: Orang Bersujud karena Sujudnya Orang Membaca
Ibnu Mas'ud[3] berkata kepada Tamim bin Hadzlam yang masih kecil yang
membacakan kepadanya ayat sajdah, "Sujudlah, karena engkau imam
kami."[4]
Bab Ke-8:
Berdesak-desaknya Manusia Ketika Imam Membaca Surah yang di Dalamnya Ada Ayat
Sajdah
560. Ibnu Umar
berkata, "Nabi membacakan kepada kami (surah yang di dalamnya ada 2/24)
ayat sajdah sedangkan kami berada di dekat beliau, lalu beliau sujud, dan kami
sujud pula. Maka, kami berdesak-desakan sehingga salah seorang dari kami tidak
mendapatkan tempat bagi dahinya untuk sujud."
Bab Ke-9: Orang yang
Berpendapat bahwa Allah Tidak Mewajibkan Sujud Tilawah
Ditanyakan kepada
Imran bin Hushein,[5] "Bagaimana halnya orang yang mendengar ayat sajdah tetapi
ia tidak duduk untuknya?"[6] Imran menjawab, "Bagaimana pendapatmu jika ia duduk
untuknya?" Seolah-olah ia tidak mewajibkannya sujud tilawah.
Az-Zuhri berkata,
'Tidak bersujud kecuali dalam keadaan suci. Apabila engkau sujud sedang engkau
berada di tempat (tidak naik kendaraan), maka menghadaplah ke kiblat. Tetapi,
jika engkau sedang naik kendaraan, maka engkau tidak harus menghadap kiblat.
Engkau boleh menghadap ke mana saja wajahmu sedang menghadap."[10]
561. Dari Utsman bin
Abdur Rahman at Taimiy dari Rabi'ah bin Abdullah bin Hudair at Taimiy bahwa Abu
Bakar berkata, "Rabi'ah adalah termasuk golongan orang-orang yang baik.
Persoalan ini adalah persoalan pada waktu Rabi'ah hadir di tempat Umar
ibnul-Khaththab, yaitu Umar membaca surah an-Nahl pada hari Jumat Ketika sampai
pada ayat sajdah, ia turun bersujud dan orang-orang ikut sujud pula. Demikianlah
sehingga ketika datang hari Jumat berikutnya, Umar membaca surah an-Nahl lagi.
Tetapi, setelah sampai pada ayat sajdah, ia berkata, 'Wahai manusia, kita
melewati ayat sajdah. Barangsiapa yang melakukan sujud (tilawah), berarti dia
telah melakukan sesuatu yang benar. Barangsiapa yang tidak bersujud, maka tidak
berdosa.' Umar sendiri tidak melakukan sujud tilawah."
562. Nafi' menambahkan
dari Ibnu Umar, "Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan mengerjakan sujud
itu, melainkan kalau kita mau melakukan."[13]
Bab Ke-10: Orang yang
Membaca Ayat Sajdah dalam Shalat Lalu Ia Melakukan Sujud Tilawah
563. Abu Rafi'
berkata, "Aku shalat isya bersama Abu Hurairah. Lalu, ia membaca surah al-Insyiqaaq,
kemudian ia sujud. Maka, aku bertanya, 'Sujud apakah ini?' Abu Hurairah
menjawab, 'Aku melakukan sujud semacam ini ketika dibelakang Abul Qasim (yakni
Nabi Muhammad) saw.. Maka, aku selalu mengerjakan sujud tilawah tersebut
sehingga aku bertemu Allah nanti (yakni sampai meninggal dunia).'"
Bab Ke-11: Orang yang Tidak Mendapatkan Tempat Bersujud Disebabkan Sesaknya Tempat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 560 di muka.")
Catatan Kaki:
[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/14) dengan isnad yang perawi-perawinya adalah perawi-perawi Muslim kecuali seorang laki-laki yang tidak disebutkan namanya. Tetapi, di situ disebutkan bahwa perawi yang meriwayatkan darinya adalah Abul Hasan Ubaid bin al-Hasan yang oleh Ibnu Abi Syaibah dikira Abul Hasan itu sendiri. Adapun apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Ibnu Umar yang berkata, "Tidak boleh seseorang melakukan sujud kecuali dalam keadaan suci", maka al-Hafizh berkata, "Isnadnya sahih." Sedangkan, adz-Dzahabi tidak mengomentarinya di dalam al-Muhadzdzab (1/59/2) dan tidak mensahihkannya. Di dalam sanadnya terdapat Daud bin al-Husein al-Baihaqi dan saya tidak menjumpai orang yang menganggapnya dapat dipercaya. Kemungkinan riwayat ini disebutkan dalam Tarikh Naisabur karya al-Hakim. Kemudian al-Hafizh mengkompromikan antara riwayat ini dengan atsar dalam bab ini, dengan mengartikannya sebagai thaharah besar (mandi jinabat), atau dalam keadaan boleh memilih, sedang yang pertama itu dalam keadaan darurat. Saya (al-Albani) berkata, "Kalau diartikan dengan lebih utama dalam keadaan suci, maka itu lebih tepat, karena tidak ada dalil yang menunjukkan wajibnya bersuci untuk sujud tilawah. Demikian pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan lain-lainnya dari kalangan ahli tahqiq."
[3] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih dari Tamim bin Hadzlam dengan redaksi yang hampir sama dengannya. Hadits ini juga diriwayatkan secara marfu tetapi mursal.
[5] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan Mutharrif dari Imran dengan lafal yang mirip dengannya.
[6] Yakni tidak bermaksud mendengarkan ayat sajdah, maka apakah saya wajib sujud tilawah? Imron menjawab, "Kalau ia duduk karena hendak mendengarkannya dan hanya bermaksud begitu, maka ia tidak berkewajiban melakukan apa-apa (sujud tilawah)." Maka, bagaimana kalau ia mendengarnya bersama-sama? Nah, inilah makna perkataannya, "Bagaimana pendapatmu dst."
[7] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (5509) dari jalan Abu Abdur Rahman as-Sulami darinya dengan lafal yang mirip dengannya, dan isnadnya adalah sahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (2/5) dan lafal itu adalah lafalnya.
[9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (5506) dan Ibnu Abi Syaibah (2/5) dan sanadnya sahih dari Utsman.
[12] Yaitu orang yang menceritakan berita-berita dan nasihat-nasihat kepada orang banyak, dan tidak bermaksud membaca Al-Qur'an.
[13] Yakni kita tidak bersujud kecuali kalau kita menghendaki. Ini sebagai dalil yang menunjukkan tidak wajibnya sujud tilawah, karena tidak digunakan kata "mewajibkan/diwajibkan", melainkan kalau "menghendaki", sehingga hukumnya tidak wajib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar