BAGIAN PERTAMA
PENEMUAN MAKAM KERAMAT
A.
Sri Sultan Abdurrahman
Beliau adalah seorang Sultan yang
berkuasa di kabupaten Sumenep dari tahun 1811–1854, putra Panembahan Somala
atau Panembahan Notokusumo Asiruddin,
dan kakeknya bernama Bendara Mohammad Sa’ud (R.Tmg. Tirtonegoro Moh.
Sa’ud)-Sumenep yang berkuasa pada Tahun 1750–1762 M).Bertemunya nasab Sang Sultan antara kakek (Bendara Moh. Sa’ud)
dan neneknya (Nyai Izzah) adalah satu turunan jauh keatas bertemu dengan Sayyid
Ali Murtadla (Sunan Lembayung Fadal) dengan Dewi Maduratna (keturunan Raja
Pajajaran (Banyak Wedi).
Semenjak mudanya, Sultan Abdurrahman mempunyai
suatu kebiasa-an yang mulia, yang membawa manfaat bagi diri beliau dan orang ba-nyak
di masa bujangannya beliau sering keluar masuk dari daerah satu ke daerah
lainnya, yakni selalu berkelana atau mengembara diberbagai tempat untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Dan kebiasaan tersebut ber-langsung sampai beliau
menjadi seorang Adipati Sumenep. Terbukti dengan perjalanannya ke Pulau Bali
sehingga menemukan makam Sayyid Yusuf.
B. Penemuan makam
Tatkala belum
menjabat sebagai Adipati di Sumenep. Maka pada tahun 1791 M/1213 H. Raja
sumenep Sri Sultan Abdurrahman Pangkuta-ningrat, telah membuat suatu sejarah
bahwa Beliau bersama rombongan yang diringi oleh sekian prajuritnya berangkat
dari Kraton Sumenep-Madura, menyusuri beberapa daraan yang menjadi kekuasaannya
ber-maksud untuk melakukan perjalanan lewat Pelabuhan Talango, bertuju-an akan
berkunjung ke Kerajaan di Pulau Dewata Bali (sebagai kunju-ngan kenegaraan) dan
sekaligus untuk menyebar luaskan Agama Islam disana.
Menurut cerita
bahwa diantara orang-orang di Bali adalah pelarian dari kerajaan Majapahit yang
tatkala itu runtuh diserang oleh musuh, sehing-ga mereka lari menjauh dari
serangan dan peperangan sehingga terpe-cah belah diantaranya berada di
Sukapura-Probolinggo dan Bali.
Seharian penuh
mereka telah berjalan kaki mengintari daratan yang berjarak mil-mil,tentu
capek, penat, pegal-pegal telah sama mereka rasa-kan.Dan setibanya dipelabuhan
Kalianget, matahari akan mulai mere-dupkan cahayanya, sang surya rupanya akan berganti
dalam peredara-nnya dengan sang rembulan, hari menandakan sore telah datang.
Sementara malam telah menyambut, dengan bersamaan tibanya para prajurit. Maka
Sultan dan rombongannya terpaksa bermalam disekitar pelabuhan sebagaimana
tempat yang telah ditentukan. Mereka melepas-kan dari dalam kelelahannya yang
tak tertahankan dengan istirahat yang panjang dalam pembaringan.
Tak terasa,
ketika waktu telah sampai larut malam menunjukkan pukul 24.00 (12 Malam), dan
semua orang telah tertidur pulas serasa kecape-kan menempuh perjalanan begitu
jauh, tetapi tatkala malam itu Sri Sultan Abdurrahman dikejutkan secara
tiba-tiba saja melihat seberkas cahaya yang sangat terang, Dengan gelapnya
malam membuat sinar memancar membiaskan dari atas langit jatuh ke bumi sebelah
Timur pelabuhan/ di Pulau Poteran, desa Talango kec. Talango kab. Sumenep
Madura.
Malam yang
hening, sunyi senyap, gelap gempita yang seiring beiri-ngan indahnya malam yang
merdu dengan paduan suara hewan ciptaan Tuhan.Ayampun mendengkur berdzikir dan
memuji kebesarannya me-nandakan tengah malam dan sebentar lagi akan lenyap, dan
namun sebelumnya adzan subuh berkumandang, Setelah Sri Sultan Abdur-rahman
melakukan shalat subuh berjama’ah dengan para pengikutnya, beliau langsung
menceritakan tentang hal ihwal kejadian aneh yang menakjubkan apa yang
dilihatnya waktu malam itu, kepada rombongan-nya.Kemudian bersegeralah mereka
semua naik perahu menuju pulau tersebut untuk mencari tanda jatuhnya sinar
tersebut.
Setelah
mendaratnya perahu yang ditumpangi Sultan dan rombongan-nya di Pulau Puteran,
maka Sri Sultan Abdurrahman memasuki Hutan mencari-cari dimana tempat jatuhnya
sinar tersebut. Beberapa lama kemudian didapatkannya tanda yang benar-benar
meyakinkan seakan-akan ada Kuburan baru. Kemudian Beliau memberikan salam
kepadanya dan salam Beliau-pun dibalas pula olehnya, tetapi tidak ada orang
yang menampakkan diri. Hanya dengan alunan suara yang jelas terdengar.
Selanjutnya Sri
Sultan Abdurrahman menjadi penasaran dan ingin mengetahui suara tersebut maka
beliau bermunajat (memohon petunjuk kehadirat Allah SWT), tiba-tiba dalam
keadaan munajatnya jatuhlah Selembar
daun dikeharibaan Sultan dan setelah diambil serta diperhati-
kan daun tersebut ternyata tertuliskan dengan tulisan
Arab, yang bunyinya sebagai berikut :
هذا
مولانا سيد يوسف بن على بن عبد الله
الحسنى
Hadzaa Maulaana
Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan
Selanjutnya, setelah
diketahui bahwa seberkas sinar yang jatuh itu ternyata makam keramat dan ada
wangsit berupa selembar daun, maka Sri Sultan Abdurrahman bersegerahlah
memasang Batu Nisan pada kuburan tersebut, dengan memberi tulisan sebagaimana
nama yang terdapat pada daun tersebut.Sebagai suatu tanda bahwa itu adalah
makam, dan agar suatu saat jika Sri Sultan kembali lagi tidak lupa dan
hilang.
C. Menancapkan tongkat
Setelah selesai
memasang nisan dan memberi nama, Sri Sultan hendak melanjutkan perjalanannya.
Namun sebelum berangkat tongkat yang menjadi teman Beliau di tancapkannya
didekat Pasarean Sayyid Yusuf dengan harapan suatu saat nanti dalam
perjalanannya mencari makam tersebut sepulang dari Pulau Dewata Bali cepat
ditemukan dan mudah dicari, dan dengan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT,
maka tongkat tersebut hidup sampai sekarang bahkan telah menjadi pohon yang
besar dan rindang,akarnya menghunjam kebawah dan melilit pada pohonnya bak
mengahalau sesuatu dan tak tergoyahkan oleh tuntutan zaman.Dengan kebesaran
pohon dan akarnya membuat alam sekitarnya tak dapat sembarang bertingkah atau
berbuat senonoh,semakin besar pohon tersebut maka semakin anggun tampaknya, dan
menambah ke-mistisannya, dan dibalik kebesarannnya seakan menyimpan sejuta
ke-angkeran. Melangkah lebih jaunya masa depan, maka menjadi kokoh pula pohon
tersebut menghadapi tantangan zaman.
Ini adalah
salah satu anugerah Allah SWT, yang diberikan kepada Sultan Abdurrahman yang
mulia. Walaupun beliau telah tiada namun tongkatnya telah tumbuh besar masih
menyisakan sejarahnya. Dan bila tongkat yang ditancapkannya mulai tahun 1213 H.
terhitung sampai sekarang 2016 M,maka sudah mencapai 804 tahun, atau lebih 8
abad lamanya.
D. Membangun cungkup dan
masjid
Setelah
beberapa lamanya Sultan Abdurrahman melakukan perjala-nannya ke Pulau Bali
dalam misi menyebarkan agama islam. Sepulang-nya beliau mempunyai niat untuk
membangun Pasarean Sayyid Yusuf diberi cungkup/kubah kecil. Tetapi Kuburannya setelah di beri cungkup
malah berpindah(bergeser) dengan sendirinya ke sebelah timur, dengan arti bahwa
makam tersebut tidak mau diberinya cungkup. Hal itu telah dilakukan sampai dua
kali, jadi usaha Sultan hanya menjadi sia-sia.
Maka dari itu,
makamnya mulai dulu tidak mau dengan pemberian cungkup (congkop), sampai
sekarang makam tersebut hanya dibiarkan saja tanpa ada conkop.
Dan
selanjutnya, sekitar kurang lebih satu tahun, kemudian Sri Sultan Abdurrahman
mendatangi lagi Pasarean Sayyid Yusuf. Namun,
tidak memberi kubah lagi, tetapi kali ini beliau hanya untuk membangun pendopo
di sekitar makam tesebut, sebagai tempat khusus orang yang bermaksud untuk ziarah
dan begitu juga Sultan sebagai hamba Allah, maka bentuk dari ketaatan beliau
kepada kepada-Nya maka dibangun-nya masjid’ Jami’ diKecamatan Talango.
Dan makam
Sayyid Yusuf di Talango tersebut, pada catatan sejarah-nya belum diketahui
pasti dari mana datangnya dan kapan beliau wafat berada di hutan ini, dan yang
tentunya sebelum ditempati masih menjadi hutan belantara yang tak berpenghuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar