Rabu, 01 Februari 2017

RIWAYAT PENEMUAN MAKAM SAYYID YUSUF TALANGO (BAGIAN 1)




BAGIAN PERTAMA

PENEMUAN MAKAM KERAMAT

A.  Sri Sultan Abdurrahman
    Beliau adalah seorang Sultan yang berkuasa di kabupaten Sumenep dari tahun 1811–1854, putra Panembahan Somala atau Panembahan Notokusumo  Asiruddin, dan kakeknya bernama Bendara Mohammad Sa’ud (R.Tmg. Tirtonegoro Moh. Sa’ud)-Sumenep yang berkuasa pada Tahun 1750–1762 M).Bertemunya nasab  Sang Sultan antara kakek (Bendara Moh. Sa’ud) dan neneknya (Nyai Izzah) adalah satu turunan jauh keatas bertemu dengan Sayyid Ali Murtadla (Sunan Lembayung Fadal) dengan Dewi Maduratna (keturunan Raja Pajajaran (Banyak Wedi). 
    Semenjak mudanya, Sultan Abdurrahman mempunyai suatu kebiasa-an yang mulia, yang membawa manfaat bagi diri beliau dan orang ba-nyak di masa bujangannya beliau sering keluar masuk dari daerah satu ke daerah lainnya, yakni selalu berkelana atau mengembara diberbagai tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dan kebiasaan tersebut ber-langsung sampai beliau menjadi seorang Adipati Sumenep. Terbukti dengan perjalanannya ke Pulau Bali sehingga menemukan makam Sayyid Yusuf.
   
B. Penemuan makam
    Tatkala belum menjabat sebagai Adipati di Sumenep. Maka pada tahun 1791 M/1213 H. Raja sumenep Sri Sultan Abdurrahman Pangkuta-ningrat, telah membuat suatu sejarah bahwa Beliau bersama rombongan yang diringi oleh sekian prajuritnya berangkat dari Kraton Sumenep-Madura, menyusuri beberapa daraan yang menjadi kekuasaannya ber-maksud untuk melakukan perjalanan lewat Pelabuhan Talango, bertuju-an akan berkunjung ke Kerajaan di Pulau Dewata Bali (sebagai kunju-ngan kenegaraan) dan sekaligus untuk menyebar luaskan Agama Islam disana.
    Menurut cerita bahwa diantara orang-orang di Bali adalah pelarian dari kerajaan Majapahit yang tatkala itu runtuh diserang oleh musuh, sehing-ga mereka lari menjauh dari serangan dan peperangan sehingga terpe-cah belah diantaranya berada di Sukapura-Probolinggo dan Bali.

    Seharian penuh mereka telah berjalan kaki mengintari daratan yang berjarak mil-mil,tentu capek, penat, pegal-pegal telah sama mereka rasa-kan.Dan setibanya dipelabuhan Kalianget, matahari akan mulai mere-dupkan cahayanya, sang surya rupanya akan berganti dalam peredara-nnya dengan sang rembulan, hari menandakan sore telah datang. Sementara malam telah menyambut, dengan bersamaan tibanya para prajurit. Maka Sultan dan rombongannya terpaksa bermalam disekitar pelabuhan sebagaimana tempat yang telah ditentukan. Mereka melepas-kan dari dalam kelelahannya yang tak tertahankan dengan istirahat yang panjang dalam pembaringan.
    Tak terasa, ketika waktu telah sampai larut malam menunjukkan pukul 24.00 (12 Malam), dan semua orang telah tertidur pulas serasa kecape-kan menempuh perjalanan begitu jauh, tetapi tatkala malam itu Sri Sultan Abdurrahman dikejutkan secara tiba-tiba saja melihat seberkas cahaya yang sangat terang, Dengan gelapnya malam membuat sinar memancar membiaskan dari atas langit jatuh ke bumi sebelah Timur pelabuhan/ di Pulau Poteran, desa Talango kec. Talango kab. Sumenep Madura.
    Malam yang hening, sunyi senyap, gelap gempita yang seiring beiri-ngan indahnya malam yang merdu dengan paduan suara hewan ciptaan Tuhan.Ayampun mendengkur berdzikir dan memuji kebesarannya me-nandakan tengah malam dan sebentar lagi akan lenyap, dan namun sebelumnya adzan subuh berkumandang, Setelah Sri Sultan Abdur-rahman melakukan shalat subuh berjama’ah dengan para pengikutnya, beliau langsung menceritakan tentang hal ihwal kejadian aneh yang menakjubkan apa yang dilihatnya waktu malam itu, kepada rombongan-nya.Kemudian bersegeralah mereka semua naik perahu menuju pulau tersebut untuk mencari tanda jatuhnya sinar tersebut.
    Setelah mendaratnya perahu yang ditumpangi Sultan dan rombongan-nya di Pulau Puteran, maka Sri Sultan Abdurrahman memasuki Hutan mencari-cari dimana tempat jatuhnya sinar tersebut. Beberapa lama kemudian didapatkannya tanda yang benar-benar meyakinkan seakan-akan ada Kuburan baru. Kemudian Beliau memberikan salam kepadanya dan salam Beliau-pun dibalas pula olehnya, tetapi tidak ada orang yang menampakkan diri. Hanya dengan alunan suara yang jelas terdengar.
    Selanjutnya Sri Sultan Abdurrahman menjadi penasaran dan ingin mengetahui suara tersebut maka beliau bermunajat (memohon petunjuk kehadirat Allah SWT), tiba-tiba dalam keadaan munajatnya  jatuhlah Selembar daun dikeharibaan Sultan dan setelah diambil serta diperhati-

kan daun tersebut ternyata tertuliskan dengan tulisan Arab, yang bunyinya sebagai berikut :
هذا مولانا سيد يوسف بن على بن عبد الله  الحسنى
Hadzaa Maulaana Sayyid Yusuf bin Abdullah Al-Hasan

    Selanjutnya, setelah diketahui bahwa seberkas sinar yang jatuh itu ternyata makam keramat dan ada wangsit berupa selembar daun, maka Sri Sultan Abdurrahman bersegerahlah memasang Batu Nisan pada kuburan tersebut, dengan memberi tulisan sebagaimana nama yang terdapat pada daun tersebut.Sebagai suatu tanda bahwa itu adalah makam, dan agar suatu saat jika Sri Sultan kembali lagi tidak lupa dan hilang. 

C. Menancapkan tongkat
    Setelah selesai memasang nisan dan memberi nama, Sri Sultan hendak melanjutkan perjalanannya. Namun sebelum berangkat tongkat yang menjadi teman Beliau di tancapkannya didekat Pasarean Sayyid Yusuf dengan harapan suatu saat nanti dalam perjalanannya mencari makam tersebut sepulang dari Pulau Dewata Bali cepat ditemukan dan mudah dicari, dan dengan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT, maka tongkat tersebut hidup sampai sekarang bahkan telah menjadi pohon yang besar dan rindang,akarnya menghunjam kebawah dan melilit pada pohonnya bak mengahalau sesuatu dan tak tergoyahkan oleh tuntutan zaman.Dengan kebesaran pohon dan akarnya membuat alam sekitarnya tak dapat sembarang bertingkah atau berbuat senonoh,semakin besar pohon tersebut maka semakin anggun tampaknya, dan menambah ke-mistisannya, dan dibalik kebesarannnya seakan menyimpan sejuta ke-angkeran. Melangkah lebih jaunya masa depan, maka menjadi kokoh pula pohon tersebut menghadapi tantangan zaman.
    Ini adalah salah satu anugerah Allah SWT, yang diberikan kepada Sultan Abdurrahman yang mulia. Walaupun beliau telah tiada namun tongkatnya telah tumbuh besar masih menyisakan sejarahnya. Dan bila tongkat yang ditancapkannya mulai tahun 1213 H. terhitung sampai sekarang 2016 M,maka sudah mencapai 804 tahun, atau lebih 8 abad lamanya.
    
D. Membangun cungkup dan masjid

    Setelah beberapa lamanya Sultan Abdurrahman melakukan perjala-nannya ke Pulau Bali dalam misi menyebarkan agama islam. Sepulang-nya beliau mempunyai niat untuk membangun Pasarean Sayyid Yusuf diberi cungkup/kubah kecil.  Tetapi Kuburannya setelah di beri cungkup malah berpindah(bergeser) dengan sendirinya ke sebelah timur, dengan arti bahwa makam tersebut tidak mau diberinya cungkup. Hal itu telah dilakukan sampai dua kali, jadi usaha Sultan hanya menjadi sia-sia.
    Maka dari itu, makamnya mulai dulu tidak mau dengan pemberian cungkup (congkop), sampai sekarang makam tersebut hanya dibiarkan saja tanpa ada conkop.
    Dan selanjutnya, sekitar kurang lebih satu tahun, kemudian Sri Sultan Abdurrahman mendatangi lagi  Pasarean Sayyid Yusuf. Namun, tidak memberi kubah lagi, tetapi kali ini beliau hanya untuk membangun pendopo di sekitar makam tesebut, sebagai tempat khusus orang yang bermaksud untuk ziarah dan begitu juga Sultan sebagai hamba Allah, maka bentuk dari ketaatan beliau kepada kepada-Nya maka dibangun-nya masjid’ Jami’ diKecamatan Talango.
    Dan makam Sayyid Yusuf di Talango tersebut, pada catatan sejarah-nya belum diketahui pasti dari mana datangnya dan kapan beliau wafat berada di hutan ini, dan yang tentunya sebelum ditempati masih menjadi hutan belantara yang tak berpenghuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar